Gorontalo (ANTARA News) - Presiden RI periode 1998-1999, BJ Habibie, mengatakan bahwa kasus yang menimpa mantan Presiden Soekarno dan HM Soeharto harus ditutup saja, serta diserahkan kepada penegak dan pakar hukum. "Pak Harto tidak pernah meminta kepada saya untuk berbuat suatu tindakan yang merugikan bangsa dan negera," kata Habibie dalam acara dialog interaktif yang diselengarakan oleh Radio Republik Indonesia (RRI) Gorontalo yang dipandu Direktur Utama RRI, Parni Hadi, di Pentadio Resort Gorontalo, Minggu petang. Mantan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) itu mengemukakan, saat ini masyarakat dan seluruh komponen bangsa harus mengingat peristiwa masa lampau, serta menghayati pahit manisnya seluruh peristiwa yang terjadi masa lalu, dan jangan lupa menghargai sekaligus menghormati jasa pada pahlawan yang telah membangun bangsa dan negera Indonesia. Habibie menjelaskan, selama 20 tahun bekerja sebagai menteri dan salah seorang yang paling dekat dengan HM Soeharto, dirinya tidak pernah diperintah untuk berbuat masalah yang sifatnya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Menurut dia, Soeharto semasa menjadi Presiden RI periode 1966-1998 menjalankan kepemimpinannya secara sangat sederhana dan rendah hati, serta selalu memperhatikan bawahannya, dan tindakan tersebut yang harus selalu ingat tentang jasa-jasa pemimpin terdahulu. Dia mengatakan, "Dalam mengadili seorang, kita harus melihat dulu bentuk permasalahannya, dan jangan mengabaikan azas praduga tak bersalah, sebab di negara ini tidak ada seorang pun yang kebal hukum." Ketika ada pertanyaan, kapan dirinya terakhir kali bertemu dengan HM Soeharto, Habibie mengatakan bahwa pertemuannya dengan penguasa Orde Baru tersebut untuk terakhir kalinya berlangsung pada 21 Juni 1998, yakni saat menjabat Wakil Presiden dan dilantik menjadi Presiden RI menggantikan Soeharto. Habibie mengatakan, setelah dirinya dilantik menjadi Presiden RI, Soeharto selalu memberikan motivasi dan nasehat, agar melaksanakan pemerintah dan pembangunan secara baik, sesuai tatanan hukum yang berlaku dengan tetap memperhatikan nasib masyarakat. "Pak Harto selalu mengingatkan bahwa saya harus semangat dan ulet dalam memegang kendali pemerintah," kata Habibie. Ia pun selama ini selalu mendoakan kesehatan dan kesembuhan Soeharto, yang kini kondisi kesehatannya kritis dan dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP). "Sebagai seorang adik, dan juga sudah di anggap anak, saya berkeinginan untuk menjenguk Soeharto di rumah sakit, namun menurut dokter yang merawat ada dua kemungkinan yang dapat terjadi, yakni kesehatan bisa membaik, serta bisa saja memburuk, dengan kehadiran saya," kata Habibie. Ia menimpali, "Saya takut begitu melihat tampangnya, Pak Harto senang sehingga emosi akan naik dan mempengaruhi kesehatannya, serta kemungkinan lain adalah beliau akan marah, karena belum saatnya untuk bisa bertemu," kata Habibie, yang raut wajahnya tampak berkaca-kaca. Pak Harto mempunyai hubungan emosinal yang sangat dekat dengan keluarga besar Habibie, karena saat ayahnya meninggal salah seorang yang menyaksikan dan berada paling dekat denga mereka adalah HM Soeharto, demikian BJ Habibie. (*) (Foto: BJ Habibie saat disumpah menjadi Presiden RI menggantikan HM Soeharto, 21 Juni 1998)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006