Makassar, (ANTARA News) - Penebangan liar oleh oknum yang tidak bertanggungjawab karena desakan ekonomi dan juga bisnis yang menggiurkan, merupakan penyebab dominan kerusakan hutan di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Gowa, Idham Halid, yang dihubungi di Sungguminasa, Minggu (21/5) mengemukakan, kerusakan ribuan hektar kawasan hutan di Kabupaten Gowa itu karena aktivitas penebangan liar untuk mencari lahan baru, pasca masuknya pemodal membeli lahan mereka untuk kepentingan bisnis. "Dalam 20 tahun terakhir, kondisi hutan di daerah ini semakin memprihatinkan, karena lahan semakin menyempit yang tidak sebanding dengan pertumbuhan kehidupan, sehingga ada upaya pihak-pihak tertentu untuk melakukan ekspansi mencari lahan baru," jelasnya. Sebagai contoh, kawasan hutan pinus di Malino, yang sebelumnya hanya dihuni oleh penduduk setempat, kini sudah puluhan villa dan pesangrahan milik orang-orang kaya baik dari Kabupaten Gowa sendiri dari luar khususnya Makassar yag berdiri di sana. Akibatnya, penduduk setempat terdesak dan berpindah ke `bibir` hutan mencari pemukiman baru sekaligus sebagai ladang atau lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Terkait dengan kerusakan hutan di daerah itu, lanjutnya, semua pihak harus berupaya menyelamatkan hutan yang masih tersisa dan merehabilitasi hutan yang sudah rusak. Saat ini luas hutan Kabupaten Gowa tercatat sekitar 188.000 hektare. Dari jumlah tersebut, seluas 38.000 hekatare merupakan lahan kritis dan sekitar 28.000 dari lahan kritis itu berada di kawasan hutan, yakni di Kecamatan Tombolo Pao sekitar 6.830 hektare, Tinggi Moncong 5.590 hektare, Parangloe 5.403 hektare dan selebihnya tersebar di kecamatan lainnya di Kabupaten Gowa. Sudah cukup banyak bencana yang menimpa masyarakat Gowa akibat kerusakan hutan ini, seperti longsoran tanah yang mengakibatkan kerusakan prasarana perhubungan seperti jalan dan jembatan dan banjir sungai Jeneberang yang dampaknya dirasakan juga oleh masyarakat Kota Makassar. Menurut Idham, rehabilitasi kawasahan hutan di Gowa tersebut sudah sangat mendesak, karena dampak kerusakan tidak saja mengancam masyarakat Gowa, tetapi jga sekitar 1,3 juta penduduk Makassar, ibukota Sulawesi Selatan. DAS Jeneberang telah menjadi salah satu target kegiata Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) yang dilancarkan sejak tahun 2004, namun hasilnya sampai saat ini belum terasa, karena proyek yang telah menelan dana puluhan bahkan ratusan miliar rupiah itu sendiri masih dalam proses pelaksanaan yang juga tidak sepenuhnya berhasil.(*)

Copyright © ANTARA 2006