New Delhi (ANTARA) - Para kepala keuangan dan bank sentral G20 akan bertemu di India minggu depan pada peringatan tahun pertama invasi Rusia ke Ukraina untuk membahas masalah utang yang meningkat di antara negara-negara berkembang, regulasi mata uang kripto, dan perlambatan global.

Pertemuan pada 22-25 Februari di tempat peristirahatan musim panas Nandi Hills dekat Bengaluru adalah acara besar pertama presidensi G20 India dan akan diikuti oleh pertemuan para menteri luar negeri pada 1-2 Maret di New Delhi.

Ketika biaya pinjaman global meningkat, India sebagai tetangga dari Sri Lanka, Pakistan, dan Bangladesh dimana ketiganya telah meminta dukungan Dana Moneter Internasional (IMF) dalam beberapa bulan terakhir, ingin menempatkan keringanan utang di garis depan diskusi pada pembicaraan keuangan.

India sedang menyusun proposal untuk negara-negara G20 guna membantu negara-negara pengutang yang sangat terpukul oleh dampak ekonomi dari pandemi dan perang Ukraina, dengan meminta pemberi pinjaman besar termasuk China untuk mengambil potongan besar pada pinjaman, Reuters melaporkan pada Rabu (15/2/2023).

New Delhi juga mendukung dorongan IMF, Bank Dunia dan Amerika Serikat untuk apa yang disebut Common Framework (CF) - sebuah prakarsa G20 yang diluncurkan pada 2020 untuk membantu negara-negara miskin menunda pembayaran utang - yang akan diperluas mencakup negara-negara pendapatan menengah negara, meskipun China telah menolak.

"Kami mendukung penjajakan kemungkinan perpanjangan CF ke negara-negara berpenghasilan menengah yang menghadapi kerentanan utang," kata sebuah makalah Uni Eropa, mengisyaratkan dukungannya untuk langkah-langkah tersebut menjelang pertemuan.

Bank Dunia mengatakan pada Desember negara-negara termiskin di dunia berutang 62 miliar dolar AS dalam layanan utang tahunan kepada kreditur bilateral, meningkat dari tahun ke tahun sebesar 35 persen, memicu risiko gagal bayar yang lebih tinggi. Dua pertiga dari beban utang itu adalah utang ke China, kreditur negara terbesar di dunia.

Untuk India, prioritas lainnya adalah menyepakati aturan global untuk mata uang kripto. Gubernur bank sentral India mengatakan tahun lalu mata uang kripto adalah "ancaman besar" terhadap stabilitas ekonomi dan keuangan" dan beberapa pejabat bahkan menyerukan larangan.

Negara ini sekarang tertarik pada pandangan internasional tentangnya.

"Aset kripto secara definisi tidak memiliki batas dan memerlukan kolaborasi internasional untuk mencegah arbitrase regulasi," kata Kementerian Keuangan India kepada parlemen minggu ini.

"Oleh karena itu, undang-undang untuk regulasi atau pelarangan hanya dapat efektif dengan kolaborasi internasional yang signifikan dalam evaluasi risiko dan manfaat serta evolusi taksonomi dan standar umum."

Pertemuan itu dilakukan di tengah upaya untuk memastikan bahwa sanksi terhadap Rusia tidak menghalangi negara-negara seperti Sri Lanka, Zambia, dan Pakistan - yang ekonominya masih berjuang untuk pulih dari pandemi - akses ke pasokan minyak dan pupuk yang vital.

Setelah panggilan video antara Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman dan Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva pekan lalu, New Delhi mengatakan telah meminta pemberi pinjaman global untuk mengerjakan panduan kebijakan guna memastikan ketahanan energi dan pangan.

"Kekurangan pangan dan harga pangan dan pupuk yang lebih tinggi dipicu oleh perang memperburuk kerawanan pangan global, yang secara tidak proporsional mempengaruhi yang paling rentan," kata makalah Uni Eropa, mendesak G20 untuk meningkatkan upaya buat mengatasi masalah tersebut.

Menteri keuangan Rusia maupun kepala bank sentralnya diharapkan menghadiri pertemuan tersebut.

Baca juga: India sebut pembicaraan utang menjadi fokus di pertemuan keuangan G20
Baca juga: Menlu sebut pengalaman keketuaan G20 bekal RI optimalkan peran ASEAN

Baca juga: Bahlil sebut pertumbuhan ekonomi Indonesia salah satu terbaik di G20

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023