pola asuh yang tidak baik itu terjadi pada pasangan muda yang menikah di bawah umur
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Anggara Wicitra Sastroamidjojo mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk mencegah pernikahan dini sebagai upaya untuk mengatasi persoalan gizi buruk di Ibu Kota.

Menurut pimpinan Komisi Bidang Kesra DPRD DKI tersebut, sebagai Ibukota Negara seharusnya DKI sudah bisa selesai dengan permasalahan ini, dan seharusnya Pemprov DKI bisa melakukan intervensi secara komprehensif untuk menekan angka gizi buruk hingga nol kasus.

"Langkah pencegahan dilakukan pada anak dan remaja usia sekolah agar tidak melakukan pernikahan di bawah umur dan menghindari kehamilan di luar nikah," kata Anggara di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, hal ini bisa efektif mencegah gizi buruk, karena salah satu penyebab utama munculnya kasus gizi buruk adalah pola asuh orang tua yang tidak baik.

"Dan kebanyakan pola asuh yang tidak baik itu terjadi pada pasangan muda yang menikah di bawah umur karena mereka secara emosional dan finansial belum stabil," ucapnya.

Lebih lanjut, Anggara menyebutkan bahwa intervensi untuk pencegahan gizi buruk dapat dilakukan mulai dari tingkat sekolah bahkan sekolah dasar, seperti dengan melakukan sosialisasi tentang pubertas dan edukasi seksual.

"Itu harus dilakukan sejak sekolah dasar untuk mencegah hubungan seks dini yang berujung ke pernikahan di bawah umur," ucapnya.

"Selain itu edukasi juga para orang tua yang baru memiliki anak lewat puskesmas dan posyandu agar dapat mengasuh anaknya dengan baik," tuturnya.

Sebelumnya dikabarkan bahwa 19 anak di bawah lima tahun (balita) yang tinggal di Kelurahan Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, mengalami gizi buruk dan penyakit penyerta lain.
 
Lurah Pejaten Barat Asep Ahmad Umar mengatakan, sejumlah balita yang menderita gizi buruk itu diketahui berdasarkan hasil identifikasi oleh petugas kelurahan dan puskesmas Pejaten Barat pada September 2022.
 
"Itu hasil identifikasi pada bulan September 2022. Total itu ada 19 balita yang menderita gizi buruk," ujar Asep saat dihubungi.
 
Dari 19 balita yang mengalami gizi buruk itu, satu di antaranya meninggal dunia setelah mendapatkan penanganan medis di beberapa rumah sakit di Jakarta Selatan.
 
Asep menegaskan satu balita yang meninggal dunia itu diduga bukan karena menderita gizi buruk melainkan adanya penyakit penyerta.
 
"Kemarin kita ada 19 anak, meninggal dunia satu meninggal karena penyakit penyerta atau penyakit lain. Bayi itu lahir tidak memiliki anus. Bukan karena gizi buruk. Tapi karena memang ada hal lain," kata Asep.
Baca juga: Anggota DPRD DKI nilai lurah dan camat tak peka jadi sebab gizi buruk
Baca juga: Pemprov DKI diminta perhatikan serius kasus gizi buruk
Baca juga: Atasi gizi buruk, Pemkot Jaktim bagikan bantuan bagi balita di Cakung

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2023