Jakarta (ANTARA News) - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) meminta agar kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk tidak lebih dari 10 persen jika pemerintah memang terpaksa harus menaikkannya. Ketua Harian HKTI, Benny Pasaribu dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi IV DPR di Jakarta, Senin, menyatakan pihaknya bisa memahami usulan pemerintah untuk menaikkan HET pupuk mengingat harga sarana produksi tersebut di tingkat petani sudah melebihi HET yang ditetapkan pemerintah. Selain itu, tambahnya, biaya distribusi yakni ongkos angkut dan bongkar muat juga meningkat akibat kenaikan harga BBM per 1 Oktober 2005. Benny mengakui, meskipun menerima usulan pemerintah menganai kenaikan HET pupuk namun pihaknya berpendapat kebijakan tersebut tetap akan membawa dampak terhadap penurunan kesejahteraan petani karena menambah beban biaya produksi. "Oleh karena itu jika pemerintah harus menaikkan HET maka kenaikan tersebut jangan lebih dari 10 persen selain itu ketersediaannya juga harus terjamin di tingkat petani," katanya. Saat ini HET pupuk untuk jenis urea ditetapkan sebesar Rp1.050/kg, SP-36 senilai Rp1.400/kg, ZA Rp950/kg dan NPK yakni Rp1.600/kg. Dengan adanya kenaikan harga BBM maka jika HET pupuk dinaikkan antara 10-15 persen diperkirakan akan menjadi Rp1.200/kg untuk urea, SP-36 mencapai Rp1.550/kg, ZA sebesar Rp1.050 dan NPK menjadi Rp1.750/kg. Sementara itu Ketua Umum Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengatakan bahwa petani tidak keberatan Harga HET pupuk dinaikkan asalkan pasokan dijamin cukup. "HPP naik maksimal Rp1.200 per kg tidak masalah asal pasokan cukup,"katanya. Menurut dia, kelangkaan pupuk yang terjadi diakibatkan rantai distribusi yang panjang yang menyebabkan penyusutan serta naiknya HET secara tidak resmi. HET pupuk bersubsidi yang ditetapkan pemerintah adalah Rp1.050 per kg sementara di lapangan harga bisa mencapai Rp1.200 per kg. Winarno menegaskan, apabila HET ditetapkan menjadi Rp1.200 per agar di lapangan tidak terjadi harga jual di atas HET maka perlu dijaga perimbangan antara pasokan pupuk dan jumlah kebutuhan di lapangan. Secara terpisah Ketua Umum Wahana Masyarakat Tani Indonesia (Wamti) Agusdin Pulungan menyatakan, rencana kenaikan harga pupuk sekitar 15 persen dipastikan semakin memukul dan menyengsarakan petani. Apalagi menurut dia, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) awal Oktober 2005 telah memberikan implikasi terhadap kenaikan biaya usaha petani padi.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006