Jakarta (ANTARA News) - Mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) Timor Timur (Timtim) Eurico Gutteres tiba di Terminal I B Bandar Udara Internasiional Soekarno-Hatta, Kamis sekitar Pukul 17.26 WIB dari Kupang dengan mendapat sambutan bak pahlawan dari massa pendukung PAN dan Front Pembela Merah Putih. Mengenakan baju batik warna putih emas dan celana panjang hitam, Eurico yang tiba dengan pesawat Sriwijaya Air dielu-elukan massa dengan teriakan "Merdeka-Merdeka". Di bawah pengawalan aparat kepolisian dan pejabat Kejaksaan Tinggi NTT, Eurico memasuki mobil Kijang warna hitam yang mengantarnya ke LP Cipinang. Eurico mengatakan, dirinya siap dieksekusi satu kali dua puluh empat jam dengan perasaan senang dan bangga karena dirinya berjuang demi tetap berkibarnya Merah Putih di Timor Timur tahun 1999. Dirinya tetap menghormati putusan Mahkamah Agung (MA) karena ia adalah warganegara yang baik walaupun putusan hukuman itu tidak sesuai dengan hati nuraninya, katanya. Beberapa saat sebelum meninggalkan Kupang, Eurico Gutteres mengikuti upacara pelepasan. Dalam acara itu, ia berpesan kepada warga Indonesia keturunan Timtim untuk melanjutkan perjuangan rekonsiliasi. "Saya minta supaya saudara-saudara warga Timtim yang ada di Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk tetap berjuang guna melanjutkan rekonsilasi," katanya. Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan Eurico Guterres dan mengabulkan putusan Pengadilan tingkat sebelumnya yang menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara kepada Eurico. Hukuman itu dikenakan kepada Eurico dalam kasus pelanggaran HAM berat di Timtim pasca referendum 1999, yang dimenangkan kelompok pro-kemerdekaan dan akan menjalani hukuman mulai 4 Mei 2006 ini. Eurico mengatakan, hubungan darah antara orang Timtim yang ada di Indonesia dan Timtim tidak boleh dipisahkan oleh perbedaan ideologi. "Mereka yang ada di Timtim adalah saudara kita dan kita yang ada di Indonesia ada juga saudara mereka. Kita adalah satu dan jangan kita dipisahkan oleh perbedaan ideologi perjuangan," kata Eurico. Karena itu, semua warga Timtim yang ada di Indonesia untuk tetap berjuang dan melanjutkan rekonsiliasi untuk menciptakan perdamaian yang abadi bagi sesama warga Timtim, katanya. Eurico tampak meneteskan air mata ketika mengingat peristiwa 1959 dan 1976, di mana orang tua dan saudaranya dibunuh oleh kelompok yang dipimpin Xanana Gusmao dan pasukannya dan tidak tahu dibuang kemana.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006