Jakarta (ANTARA News) - Konversi penggunaan bahan bakar minyak tanah ke bahan bakar gas dapat menghemat belanja subsidi dari APBN hingga mencapai Rp30 triliun. "Kalau perhitungan potensi penghematannya banyak sekali bisa mencapai Rp30 triliun. Itu hitungan untuk konversi semua yang saat ini menggunakan minyak tanah menjadi gas sehingga agak sulit mencapainya," kata Staf Khusus Menko Perekonomian, Muhammad Ikhsan di Jakarta, Kamis. Ia menyebutkan, jika harga pasar minyak tanah Rp5.500/liter sementara dijual hanya Rp2.000/liter berarti pemerintah harus memberikan subsidi Rp3.500/liter. Sementara untuk penggunaan gas, hanya diperlukan subsidi sekitar sepertiganya saja. "Kalau dikonversikan semua ke gas, hanya memerlukan subsidi sekitar Rp6 triliun, sementara kalau tetap menggunakan minyak tanah diperlukan subsidi lebih dari Rp30 triliun," katanya. Ia menyebutkan, ada sejumlah kendala konversi penggunaan minyak tanah ke gas seperti penyediaan kompor dan tabung, namun pemerintah akan terus mendorong adanya konversi termasuk mendorong adanya investasi dalam distribusi gas dan kelengkapannya. Menurut dia, penyediaan tabung memang menjadi salah satu kendala sehingga perlu produksi atau pengadaan secara massal. Kemungkinan bisa juga diimpor dari China yang lebih murah pada tahap awalnya. "Selama ini yang bikin mahal kan tabungnya, katanya kalau diimpor dari China lebih murah, nah lebih baik kita impor saja dululah," katanya. Saat ini, menurut Ikhsan, juga sedang dikembangkan jenis gas baru yang lebih murah biayanya yaitu gas dengan tekanan lebih rendah, Compressed Natural Gas (CNG). "Gas itu kan tidak hanya LPG, tetapi juga ada CNG. Ini yang sedang dikerjakan oleh Lemigas dan akan selesai sebulan lagi," katanya. Menurut Ikhsan, dalam jangka pendek ini upaya konversi penggunaan minyak tanah ke gas akan dilakukan melalui proyek percontohan (pilot project). Ia menyebutkan, harga BBM di Indonesia, Malaysia, dan China sudah tinggi sehingga tidak mungkin ada kebijakan menaikkan harga BBM di dalam negeri. "Kondisi saat ini tidak memungkinkan lagi melakukan adjustment harga BBM dalam negeri meskipun harga internasional meroket sehingga salah satu yang harus dilakukan adalah penghematan," katanya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006