Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi XI DPR, Ade Komaruddin berpendapat usul Menneg PPN/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta, mengenai rencana pengurangan impor BBM sebesar 35 persen cukup masuk akal. Usulan itu, katanya di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin, merupakan terobosan baru dalam rangka menyelamatkan APBN 2006 berkaitan dengan melonjaknya harga minyak mentah di pasar internasional yang kini mencapai 75 dolar AS per barel. Namun dia juga yakin, pengurangan impor tidak akan menyebabkan kelangkaan BBM yang mengakibatkan rakyat marah sehingga berujung kerusuhan sosial. "Kita minta semua pihak termasuk rekan-rekan di DPR tidak `ngompor-ngompori akan terjadi kelangkaan BBM kalau pemerintah benar-benar mengurangi impor BBM," kata Ade Komaruddin. Dia menjelaskan usul mengurangi impor BBM itu baru gagasan pribadi Kepala Bappenas Paskah Suzetta karena berdasarkan perhitungan, dengan melonjaknya harga minyak di pasar internasional sebesar 75 dolar AS per barel, maka subsidi BBM membengkak jadi sekitar Rp 126,3 triliun. Dia mengatakan setiap kenaikan 1 dolar AS per barel, maka subsidi BBM menjadi sebesar Rp 4 triliun. Jadi, kalau kenaikannya 18 dolar AS (dari 57 dolar AS per barel yang ditetapkan di APBN 2006 menjadi 75 dolar AS per barel harga minyak di pasar internasional), maka pemerintah mau tidak mau harus menyediakan subsidi BBM sebesar Rp 72 triliun. Kalau di APBN 2006, subsidi BBM ditetapkan sebesar Rp 54,3 triliun, maka secara keseluruhan, subsidi BBM yang harus ditanggung pemerintah sebesar Rp 126,3 triliun. "Untuk menutup kekurangan itu, uangnya dari mana? Sedangkan dengan batalnya kenaikan TDL, pemerintah harus menyediakan uang sebesar Rp 10,2 triliun. Untuk subsidi pupuk sebesar Rp 2,3 triliun, sumbangan langsung tunai (SLT) sebesar Rp 1,8 triliun," kata Ade Komaruddin. Menurut Ade, untuk menutup kebutuhan dana tersebut, tak mungkin menaikkan harga BBM karena kalau hal itu dilakukan, bisa memicu terjadinya gejolak sosial, mendorong inflasi dan terjadi stagflasi. Dengan demikian, tak mungkin menaikkan harga BBM, 'cost'-nya terlalu tinggi dan tak tega rakyat kecil terkena imbasnya. Karena itu, daripada harga BBM dinaikkan, lebih baik impor BBM dikurangi. Apalagi kebijakan itu, sejalan dengan program penghematan energi, mengingat cadangan energi dunia juga makin menipis. "Usulan Paskah itu sebatas imbauan. Pertimbangannya seperti yang saya jelaskan itu. Saya pikir, gagasan menghemat energi itu harus disosialisasikan dan di Bappenas sudah jalan. Paskah ke mana-mana pakai mobil Kijang, disopiri sendiri dan tidak pakai pengawalan polisi," kata Ade. Sinyalemen Ramson Siagian Wakil Ketua Fraksi PDIP Ramson Siagian mensinyalir terjadinya kelangkaan BBM bersubsidi yang berbuntut kerusuhan sosial dalam waktu dekat. Ia memperkirakan penyebab kelangkaan ada dua, yakni pertama, dicuri mafia minyak kemudian diselundupkan ke luar negeri. Kedua, persediaan berkurang akibat impor BBM dikurangi sebesar 35 persen sebagaimana diusulkan Menneg PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta. "Kita khawatir, dengan melonjaknya harga minyak di pasar internasional sebesar 75 dolar AS per barel, BBM bersubsidi dicuri dan diselundupkan ke luar negeri sehingga terjadi kelangkaan minyak. Prediksi saya, masyarakat menyerbu SPBU-SPBU untuk antri BBM. Ini bisa memicu terjadinya gejolak sosial. Karenanya saya minta pemerintah lakukan antisipasi dini sehingga tak muncul gejolak," katanya. Anggota Panitia Anggaran itu dapat memahami usulan Paskah Suzetta, karena dengan melonjaknya harga minyak dunia sebesar 75 dolar AS per barel akan menyebabkan subsidi BBM membengkak. Tetapi, kalau impor BBM dikurangi 35 persen, ditambah lagi kalau sampai BBM bersubsidi dicuri mafia minyak dan diselundupkan ke luar negeri, maka akan terjadi kelangkaan BBM dan itu bisa memicu kerusuhan. Dia menjelaskan volume BBM bersubnsidi dalam APBN 2006 sebesar 41,5 juta kilo liter. Kalau dikurangi 35 persen, maka jumlahnya tinggal 27 juta kilo liter. Sebenarnya, tanpa dikurangi 35 persen pun, dengan adanya pelonjakan harga minyak di pasar dunia 62 dolar AS, belum sebesar 75 dolar AS per barel -- kebutuhan BBM bersubsidi menurun, karena konsumsinya berkurang sekitar 15-20 persen. Ia menilai usulan Kepala Bappenas agar impor BBM dikurangi 35 persen tidak relevan dan ada kesan dipaksakan. Karena berdasarkan hitungannya, produksi minyak mentah kita masih mencukupi kebutuhan BBM bersubsidi. "Produksi minyak kita 1 juta barel per hari, sementara kebutuhan BBM bersubsidi pada tahun anggaran 2006 sebesar 41,5 juta kilo liter atau setara 75.000 barel/per hari, ditambah lagi BBM non subsidi yang jumlahnya 24,7 juta kilo liter," katanya. Menurut dia, yang penting sekarang ini pemerintah harus mampu mencegah jangan sampai BBM bersubsidi kita dicuri oleh mafia-mafia minyak untuk diselundupkan ke luar negeri sehingga tidak terjadi kelangkaan. "Saya khawatir, kalau BBM langka, rakyat ngamuk, sehingga terjadi gejolak sosial. Apalagi sekarang ini sudah ada kelokpok elit tertentu yang secara terbuka menyatakan kecewa terhadap pemerintahan SBY-JK," kata Ramson. (*)

Copyright © ANTARA 2006