pembangunan dengan visi ekonomi hijau atau green economy sangat penting untuk dapat menghasilkan produk yang ramah lingkungan serta penerapan teknologi ramah lingkungan.
Kupang (ANTARA) - Bada Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan pola pengembangan ekonomi hijau di Indonesia masih bersifat proyek dan tidak terorganisasi dengan baik serta belum fokus pada aset demografi.

"Secara nasional temuan riset ini memperlihatkan pola pengembangan ekonomi hijau di Indonesia masih bersifat proyek kajian ini merupakan yang terbesar dilakukan BRIN selama ini," kata Koordinator Penelitian BRIN-BPS Sari Seftiani di Kupang, Rabu.

Sari Seftiani mengatakan hal itu terkait hasil kajian tentang peran sosial demografi dalam mendukung pembangunan ekonomi hijau yang dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional yang dilakukan di 34 provinsi di Indonesia.

Ia mengatakan dalam melakukan kajian BRIN menggandeng Pusat Riset Kependudukan untuk melakukan kajian kualitatif pembangunan ekonomi hijau dan kondisi sosial demografi penduduk Indonesia.

Menurut dia pembangunan dengan visi ekonomi hijau atau green economy sangat penting untuk dapat menghasilkan produk yang ramah lingkungan serta penerapan teknologi ramah lingkungan.

"Tidak lupa juga praktik ekonomi dengan dukungan kearifan lokal sehingga pelibatan aspek demografi yang menekankan dinamika kependudukan menjadi penting dalam paradigma ekonomi hijau," kata Sari Seftiani dalam kegiatan yang juga dihadiri Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setda Provinsi NTT Ganef Wurgianto.

Dia menambahkan pelibatan aspek demografi bukan hanya dari sisi kuantitas namun yang jauh lebih penting adalah kualitas kependudukan itu sendiri.

Ia menambahkan secara nasional temuan riset dilakukan BRIN memperlihatkan pola pengembangan ekonomi hijau di Indonesia masih bersifat proyek, tidak terorganisasi dengan baik serta belum fokus pada aset demografi.

Menurut dia implementasi konsep ekonomi hijau yang ada saat ini lebih menekankan pada transformasi ke arah teknologi tinggi atau canggih.

Dikatakannya pembangunan ekonomi hijau di Indonesia perlu memperkuat tiga hal penting yaitu kearifan antar generasi, institusi sosial, serta pengenalan teknologi yang tepat guna.

Sesuai hasil kajian dilakukan di Provinsi Nusa Tenggara Timur kata dia pengembangan energi baru terbarukan (EBT) berperan penting dalam pemerataan akses energi, mendorong pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat NTT.

Ia mengatakan riset dilakukan di NTT untuk menganalisis praktik-praktik ekonomi hijau bidang EBT di berbagai level seperti rumah tangga, komunitas, NGO, pelaku usaha/swasta dan pemerintahan daerah di Provinsi NTT dalam perspektif sosial demografi.

Penyediaan listrik di tingkat desa seperti PLMTH yang dilakukan di Desa Kamanggih Pulau Sumba merupakan salah satu praktik baik dan menjadi model penyediaan listrik tersebar.

Menurut dia ada tiga pembelajaran dari penyediaan listrik di Kamanggih yaitu adanya peran aktor lokal, kedua pengorganisasian masyarakat serta ketiga menggali kebutuhan masyarakat.

Dikatakannya kesulitan mendapatkan air bersih yang dialami masyarakat Kamanggih menjadi pintu masuk pertama penyediaan energi di desa di Kabupaten Sumba Timur itu.
Baca juga: Bappenas: Akselerasi ekonomi hijau perlu kolaborasi dengan pebisnis
Baca juga: Ekonom sebut implementasi ekonomi hijau perlu pendekatan yurisdiksi
Baca juga: Pengembangan usaha ramah lingkungan jadi prioritas Kemenkop tahun 2023

Pewarta: Benediktus Sridin Sulu Jahang
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022