Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia akan tetap mempertahankan "tight bias policy" yang berarti mempertahankan suku bunga bank Indonesia (BI Rate) pada kisaran 12,75 persen, meski Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan adanya penurunan inflasi "year on year" dari Desember 2005 sebesar 17,11 persen menjadi 15,74 persen. "Kelihatannya Rapat Dewan Gubernur BI pekan depan akan mendiskusikan apakah suku bunga akan tetap cenderung ketat (tight bias) atau tidak. Saya kira kecenderungan `tight bias` masih akan bertahan sampai saat yang kami janjikan nanti. Semester pertama ini masih akan `tight bias`," kata Gubernur Bank Indonesia (BI), Burhanuddin Abdullah, di sela-sela seminar Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Gedung BI Jakarta, Selasa. Pada Senin (3/4), BPS mengumumkan inflasi bulan Maret hanya mencapai 0,03 persewn dengan inflasi tahun kalender (Januari-Maret 2006) 1,98 persen. Burhanuddin menjelaskan hal tersebut sesuai dengan dugaan BI bahwa inflasi pada bulan-bulan mendatang yaitu April-Mei akan tetap terjaga karena beberapa faktor, yaitu panen petani yang cukup baik dan ada stabilitas harga-harga terutama pada harga minyak. "Nah ini merupakan kesempatan bagi kita dan bisa dilihat pada semester berikutnya bahwa perekonomian kita akan bergerak semakin cepat," katanya. Saat ditanya tentang penguatan rupiah yang pada pembukaan perdagangan Selasa pagi sempat menembus level di bawah Rp9.000, Burhanuddin mengemukakan hal itu hanya terjadi beberapa menit saja, namun yang perlu dicermati adalah rupiah stabil bergerak di level Rp9.000-an. "Dan itu saya kira stabil sekali dan bagus sekali untuk perekonomian," katanya. Ia juga menjelaskan hingga saat ini BI belum menerima laporan dari eksportir mengenai kemungkinan terganggunya kinerja ekspor akibat penguatan rupiah, namun dia melihat bahwa yang paling penting bagi eksportir adalah bagaimana meningkatkan produktifitas, daya saing hingga efisiensi harus ditingkatkan. Mengenai kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) dari 4,50 persen menjadi 4,75 persen, Gubernur BI mengatakan hal itu tetap menjadi bahan pertimbangan saat BI melakukan rapat Dewan Gubernur pada pekan depan. "Kenaikan suku bunga The Fed memang akan mengurangi deferensial, tetapi ternyata `appetite` pihak investor untuk portofolio infestasi masih cukup tinggi, artinya masih ada ruang untuk berinvestasi di Indonesia melalui portofolio banking dan hedge fund," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006