Jakarta (ANTARA News) - Direktur Transmisi dan Distribusi PT PLN (Persero) Herman Darnel Ibrahim memaafkan terjadinya insiden pelemparan telur terhadap dirinya beberapa waktu lalu. "Meski saya menyesalkan kejadian itu, namun saya anggap itu suatu risiko dalam bekerja. Mungkin ada kekurangan saya yang tidak berkenan bagi orang lain," katanya di Jakarta Minggu. Insiden terjadi usai Herman menjadi pembicara diskusi Pengaruh SUTET Terhadap Kesehatan Manusia dalam Perspektif HAM yang menghadirkan pembicara dari Undip, UI, Departemen Kesehatan, PLN dan Komnas HAM yang juga bertindak sebagai penyelenggara di Jakarta, Rabu (29/3). Herman yang baru keluar ruangan diskusi secara tiba-tiba didekati orang tak dikenal yang langsung melemparkan telur ke bagian belakang kepalanya. Perlakuan tidak mausiawi tersebut merupakan kedua kalinya dialami Direksi PLN setelah beberapa waktu lalu Dirut PLN Eddie Widiono juga mengalami kejadian serupa di Mabes Polri, Jakarta. Herman mengatakan, seharusnya kalau semua pihak menjunjung tinggi nilai-nilai intelektualitas yang terbuka, dialogis, dan saling menghormati, insiden tersebut tidak perlu terjadi. Ia juga menambahkan, kedatangan dirinya ke Komnas HAM adalah untuk memberikan penjelasan menyangkut permasalahan SUTET agar masyarakat mengerti dan memahami realitas yang terjadi. Terkait dengan permasalahan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), Herman menjelaskan bahwa saluran udara tersebut merupakan tulang punggung sistim ketenagalistrikan Jawa-Bali dan dibangun dengan menggunakan dana pinjaman (loan) yang pengeluarannya diatur secara ketat. Menurut dia, dengan adanya SUTET maka pasokan listrik akan terjamin kehandalannya, murah dan mudah dioperasikan. Ia melanjutkan, PLN juga telah melakukan langkah-langkah sesuai dengan ketentuan yang berlaku mulai dari aspek teknis, ganti rugi tapak menara, sosialisasi, hingga pengukuran kembali medan listrik dan medan magnet. "Kami sudah cukup banyak melakukan sosialisasi dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat. Namun, tampaknya masih ada sebagian masyarakat belum mengerti dan memahaminya," ujarnya. Kasus SUTET terjadi karena sebagian masyarakat yang dilalui jaringan SUTET menuntut PLN memberikan ganti rugi atas seluruh tanah dan bangunan yang dilalui saluran tersebut. Namun, peraturan yang berlaku hanya menyebutkan ganti rugi hanya bagi tanah dan bangunan yang dijadikan tapak menara sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 975.K/47/MPE/1999. Selain itu, sebagian masyarakat lainnya juga menuntut ganti rugi dampak kesehatan karena keberadaan SUTET. Tuntutan ini juga sulit dipenuhi karena berdasarkan penelitian para ahli dari berbagai disiplin ilmu, SUTET aman bagi kesehatan selama tidak melewati ambang batas yang telah ditetapkan. "PLN hanya melaksanakan peraturan yang berlaku. Jika ada peraturan baru yang mengharuskan PLN mengganti kerugian dengan nilai yang lebih besar, maka PLN akan melaksanakannya," kata Herman.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006