Jakarta (ANTARA News) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ajun Komisaris Polisi (AKP) Suparman membantah dirinya memeras saksi dalam kasus korupsi PT Industri Sandang Nusantara (ISN), Tintin Surtini. Penyidik berusia 47 tahun itu akhirnya mau membuka mulut kepada wartawan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jalan Djuanda, Jakarta, Senin. Tidak seperti pemeriksaan sebelumnya, saat ia berlari dan terus menundukan wajahnya untuk menghindari wartawan, Suparman kali ini meladeni wartawan sambil tersenyum. "Saya diadukan oleh yang dzalim. Saya belum bisa dibilang dijebak atau tidak, tapi yang jelas saya difitnah oleh yang namanya Tintin," katanya. Suparman mengakui hubungan dekatnya dengan Tintin sudah seperti keluarga. Dan ia juga tidak mengerti mengapa akhirnya Tintin melaporkan dirinya ke KPK dengan tuduhan memeras. Meski membantah memeras, Suparman mengaku ia menerima uang beberapa kali dari Tintin, diantaranya Rp10 juta saat hari raya Idul Fitri 2005 dan 300 dolar Amerika Serikat (AS) saat hendak menunaikan ibadah haji pada awal 2005. "Demi Allah saya tidak memeras, tujuh turunan saya tidak memeras," ujarnya, sambil memasuki mobil yang membawanya ke tahanan Divisi Propam Mabes Polri. Tintin saat ini berstatus menjadi saksi dalam kasus korupsi PT ISN, padahal menurut Suparman berperan penting dalam menurunkan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) aset PT ISN, sehingga merugikan negara hingga Rp70 miliar. Suparman mengatakan bahwa hal itu adalah keputusan tim penyidik. "Waktu itu saya hanya anggota, anggota kan terima saja keputusan tim. Keputusan tim yang menetapkan dia hanya sebagai saksi," ujarnya. Suparman menyatakan, dia yang melaporkan kasus korupsi PT ISN ke KPK setelah ditugaskan di KPK. Saat masih bertugas di Polda Jawa Barat, Suparman mengaku selaku penemu kasus tersebut, dan akhirnya dilaporkannya ke KPK. "Saya yang menemukan kasus itu. Dan, akhirnya terdakwanya sudah divonis delapan tahun penjara, serta mengembalikan kerugian negara Rp70 miliar. Berarti, saya sudah mengembalikan kerugian negara Rp70 miliar," katanya. Berbeda dengan keterangan versi KPK, Suparman mengatakan, tidak memeras melainkan dijebak oleh Tintin. Menurut kuasa hukum Suparman, Hermanto Barus, pada 13 Maret 2006, Tintin menelepon Suparman dan mengatakan ingin meminjam uang untuk kebutuhan keluarganya yang mendesak. "Karena merasa sudah dekat, Suparman kemudian mengatakan akan berusaha untuk mencarikan uang," ujarnya. Pada saat di telepon, Barus mengatakan, Tintin sempat menyampaikan kepada Suparman, agar uang tersebut dianggap sebagai pengembalian. "Saat itu, Suparman bingung dan sempat menanyakan pengembalian apa yang dimaksud Tintin. Namun, Tintin tidak menjelaskan," ujarnya. Barus menjelaskan pada 13 Maret 2006, sekitar pukul 16.00 WIB, suami Tintin, Yunus, mendatangi rumah Suparman untuk mengambil uang senilai Rp100 juta. Tiga jam kemudian, sekitar pukul 19.00 WIB, penyidik KPK mendatangi rumah Suparman untuk menangkapnya. Sebelumnya, Ketua KPK Taufiequrachman Ruki secara terpisah menjelaskan laporan tentang adanya penyidik KPK yang memeras seorang saksi diterimanya pada Jumat, 10 Maret 2006 sekitar pukul 13.00 WIB. "Kami mendengar bahwa tersangka atau pelaku rencananya mau kembalikan uang, maka kami tunggu momentum pengembalian uang. Pada saat pengembalian uang itu terjadi penangkapan," jelasnya. Uang senilai Rp100 juta yang diduga dikembalikan Suparman itu, lanjut dia, dijadikan barang bukti pemerasan oleh KPK. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006