Jakarta (ANTARA) - Ketika Presiden Joko Widodo mengundang timnas sepak bola U-16 yang menjuarai Piala AFF U-16 ke Istana Merdeka pada 17 Agustus 2022 tepat pada Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-77, maka itu bukan hanya bentuk apresiasi negara kepada insan olah raga, tapi juga penegasan bahwa olah raga senantiasa dekat dengan momen sakral itu.

Dalam setiap Hari Kemerdekaan, orang dari seluruh penjuru Tanah Air merayakannya dengan lomba yang tidak jauh dari olah tubuh atau olah raga, baik yang dikemas secara rekreatif karena olah raga juga tentang senang dan bahagia, maupun yang ditata agak serius bak kompetisi olah raga biasa.

Dari tahun ke tahun semakin sulit memisahkan olah raga dari festival rakyat untuk merayakan hari agung di mana bangsa Indonesia terlepas dari belenggu penjajahan.

Baca juga: Tentang kado merdeka Garuda Asia dan peran Bima Sakti di dalamnya

Ragamnya pun banyak, dari pertandingan bulu tangkis, bola voli, futsal, gerak jalan sampai balap sepeda, dan banyak lagi. Semuanya digelar dari tingkat keluarga dalam satu RT, sampai antar-RT dan antar-kampung.

Permainan-permainan rekreatif yang juga pada dasarnya olah tubuh, seperti balap karung dan panjat pinang, tak pernah absen dari agenda "agustusan". Juga lomba yang tak terkait olah raga seperti lomba masak, lomba rias, dan sejenisnya.

Dalam momen yang sudah menjadi parade kebahagiaan bangsa untuk kemerdekaan yang dianugerahkan para pahlawan bangsa, lomba-lomba ini sudah menjadi ritual yang bisa membuat perayaan kemerdekaan terasa hambar jika tanpa itu.

Kebahagiaan nasional itu juga mendatangkan takzim dan solidaritas dari luar, mulai pernyataan para pemimpin dunia, sampai ucapan selamat dari tokoh masyarakat lintas spektrum.

Tahun ini beberapa klub-klub sepak bola Eropa ramai-ramai menyampaikan dirgahayu kemerdekaan kepada Indonesia, sampai ada yang memberikan pesan di stadion-stadion megah nan kesohor mereka.

Selain melekat dengan kata "kemerdekaan" yang universal untuk umat manusia di mana pun, suka cita merayakan hari paling agung di Indonesia ini selalu bertautan dengan dua kata sakral lainnya.

Keduanya adalah "nasionalisme" dan "patriotisme" yang pada zaman ini sumber untuk mengekspresikan dan membentuknya begitu banyak, tidak hanya medan perang.

Dan olah raga adalah satu dari media lewat mana nasionalisme bisa terbentuk dan terekspresikan pada tingkat yang paripurna, walau tak akan bisa tingkat patriotisme para pahlawan bangsa yang menebus kemerdekaan republik ini dengan nyawanya.

Tapi olah raga menawarkan kesempatan kepada masyarakat untuk menguatkan identitas sebagai anak bangsa. Khususnya event-event olah raga, dan lebih khusus lagi yang berlevel internasional, selalu menjadi tempat manusia Indonesia mengekspresikan nasionalisme dan patriotisme itu.

Di panggung-panggung krida seperti itu lagu kebangsaan "Indonesia Raya" dinyanyikan dalam suasana lebih dari sekadar khidmat, sementara kekerapannya hanya kalah dari upacara di sekolah-sekolah, di markas tentara, dan kantor-kantor pemerintah.

Baca juga: Timnas U-16 akan ikuti upacara HUT ke-77 RI di Istana Merdeka


Tak terpisahkan

Di arena-arena olah raga pula, Merah Putih acap dikibarkan dalam cara yang megah, gempita, dan sangat emosional, tidak saja oleh atlet yang memenangkan medali atau trofi karena menjadi juara sebuah turnamen, tetapi juga oleh orang-orang yang menyaksikan mereka berjuang demi Indonesia.

Dalam konteks itu olah raga terlihat sudah menjadi semacam mekanisme dalam bagaimana solidaritas nasional dibangun kembali dan dikuatkan lagi.

Memang olah raga sering juga menjadi instrumen konfrontasi dalam memicu agresi, stereotipe, dan citra inferior kepada yang lain dan sebaliknya rasa superior untuk diri sendiri, namun ada lebih banyak lagi aspek positif yang ditawarkan olah raga.

Di antaranya fungsinya sebagai perekat budaya yang menghubungkan tidak saja antar komponen masyarakat dalam satu negara seperti PON di Indonesia, namun juga dalam satu kawasan seperti SEA Games di Asia Tenggara, atau di atasnya.

Olah raga juga bisa menjadi media dalam menempa masyarakat memiliki semangat bersama dan "merasa satu" yang merekatkan ikatan sosial dan menguatkan loyalitas kepada negara.

Contoh paling sederhana adalah atlet semua cabang di mana pun, saat sengit berlomba menjadi anggota tim nasional negaranya.

Adalah kebanggaan besar bagi seorang atlet bisa bertarung di bawah bendera kebangsaannya. Kebanggaan ini sendiri menular menjadi kebanggaan kolektif dalam masyarakat yang menyaksikan atlet bertanding.

Baca juga: Menpora: HUT Ke-77 RI momentum perkokoh persatuan

Demikian pentingnya posisi olah raga sampai ada kesepakatan di kalangan pakar bahwa olah raga sudah menjadi ritual budaya populer besar yang turut mengonsepsikan bangsa sebagai "komunitas terbayang" seperti disebut sejarawan dan antropolog Benedict Anderson dalam "Imagined Communities: Reflecion on the Origin dan Spread of Nationalism".

Komunitas terbayang adalah konsep dalam memahami nasionalisme. Masyarakat ini dibangun secara sosial dan dibayangkan oleh orang-orang yang memandang dirinya bagian dari komunitas itu.

Karena juga memiliki makna sosial, budaya dan politik, olah raga turut membentuk identitas yang sama atau identitas kolektif seperti dalam "komunitas terbayang" itu.

Pada praktiknya, olah raga acap menjadi tempat dalam mana representasi simbolis kebersamaan dan "perasaan satu" dalam masyarakat, terekspresikan. Simbol-simbol itu sendiri meliputi lagu kebangsaan, bendera kebangsaan, lambang negara, spanduk, kostum, sampai mars tim olah raga.

Arena olahraga pun menjadi tidak hanya tempat atlet bertanding, namun juga menjadi perantara sosial bagi terciptanya hubungan kohesif antara bangsa, negara dan rakyat.

Intinya, olah raga adalah tentang nasionalisme dan patriotisme yang menguatkan "perasaan semua satu" tanpa menganggap yang lain lebih rendah.

Ketiganya tak terpisahkan bagaikan momen setiap 17 Agustus dan atraksi olah tubuh untuk merayakan hari mulia itu.

Baca juga: KOI: HUT RI ke-77 momen bangkitkan kejayaan olahraga Indonesia

Copyright © ANTARA 2022