Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal memeriksa penyidiknya Ajun Komisaris Polisi (AKP) Suparman karena yang bersangkutan sakit. Penyidik KPK yang diduga melakukan pemerasan saat bertugas menyidik kasus korupsi PT Industri Sandang Nusantara (ISN) itu seyogyanya diperiksa Kamis di Gedung KPK, Jalan Djuanda, Jakarta. Jaksa penyidik KPK yang menangani kasus Suparman, Khaidir Ramly mengatakan bahwa tim penyidik telah mendatangi Suparman di tahanan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri untuk dibawa ke Gedung KPK Jalan Djuanda. "Tetapi batal, karena sejak semalam dia (Suparman-red) sakit. Badannya meriang," ujarnya. Satu hari sebelumnya, pada Rabu 22 Maret 2006, Suparman menjalani pemeriksaan secara intensif di Gedung KPK, Jalan Juanda selama sembilan jam, mulai pukul 14.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB. Seusai pemeriksaan, Suparman bungkam dan menghindari wartawan yang menunggunya di depan pintu gedung. Bahkan, ia mencoba menyembunyikan wajahnya dengan mengenakan topi dan terus menunduk. Kuasa hukum Suparman, Hermanto Barus mengatakan, Suparman memiliki hubungan dekat dengan saksi pelapor pemerasan, Tintin Surtini, seorang agen biro jasa pengurus sertifikat tanah yang juga menjadi saksi dalam kasus korupsi di PT Industri Sandang Nusantara (ISN) yang ditangani oleh Suparman. Menurut sumber ANTARA, dalam kurun Agustus 2005 hingga Januari 2006, Tintin menyerahkan uang sebesar Rp25 juta kepada Suparman, diantaranya Rp10 juta menjelang hari raya Idul Fitri November 2005 dan dalam bentuk dolar sebanyak 300 dolar AS saat Suparman hendak menunaikan ibadah haji pada Januari 2006. Saat memberikan uang tersebut, Tintin hanya mengatakan sebagai hadiah kepada Suparman. "Pernah juga Tintin datang ke rumah Suparman. Saat itu, ia memberikan uang Rp1 juta kepada anak Suparman untuk uang jajan," kata Sumber tersebut. Suparman juga terlibat transaksi telepon genggam dan mobil dengan Tintin. Penyidik KPK yang sebelumnya bertugas di Polda Jawa Barat itu pernah meminta tolong Tintin untuk menjualkan mobilnya yang bermerk Hyundai seharga Rp80 juta di Jakarta. Suparman juga menukarkan dua unit telepon genggamnya bermerk nokia dan sony ericsson senilai Rp6,5 juta dengan satu unit telepon genggam nokia communicator senilai Rp7 juta melalui adik Tintin yang memiliki kios telepon genggam. Pada pemeriksaan tertanggal 22 Maret 2006, Suparman mengaku pernah mendatangi seorang tua yang dipanggil Pak Haji di Sumedang, Jawa Barat, bersama penyidik KPK lain yang menangani kasus PT ISN, Sri Damar Alam dan Sujarwo. Suparman berkonsultasi masalah karir dan sebagainya kepada orang yang disebut Pak Haji tersebut. Saat itu, Suparman sempat bertanya kepada Pak Haji tentang ada seseorang yang memberikan uang Rp25 juta kepadanya, tetapi kemudian meminta kembali uang tersebut dan akhirnya dijawab oleh Pak Haji agar Suparman mengembalikan uang tersebut. Namun, pada akhirnya Suparman belum mengembalikan uang itu kepada Tintin sampai akhirnya ia tertangkap oleh penyidik KPK di kediamannya di Bandung pada 13 Maret 2006. Pada pemeriksaan, Suparman juga mengatakan Sri Damar dan Sujarwo pernah meminjam uang kepadanya masing-masing Rp5 juta dan Rp4 juta tanpa mengetahui apakah uang tersebut berasal dari Tintin atau tidak. Berbeda dengan keterangan versi KPK, kuasa hukum Suparman mengatakan kliennya tidak memeras melainkan dijebak oleh Tintin. Menurut dia, pada 13 Maret 2006, Tintin menelepon Suparman dan mengatakan ingin meminjam uang untuk kebutuhan keluarganya yang mendesak. "Karena merasa sudah dekat seperti keluarga, Suparman kemudian mengatakan akan berusaha untuk mencarikan uang," ujar Hermanto Barus. Pada saat di telepon, Barus mengatakan Tintin sempat menyampaikan kepada Suparman agar uang tersebut dianggap sebagai pengembalian. "Saat itu, Suparman bingung dan sempat menanyakan pengembalian apa yang dimaksud Tintin. Namun, Tintin tidak menjelaskan," ujarnya. Barus menjelaskan pada 13 Maret 2006, sekitar pukul 16.00 WIB, Suparman bertemu dengan suami Tintin, Yunus, di Restoran Rasa, Jalan Tamblong, Bandung. Di halaman parkir restoran Suparman menyerahkan uang sebesar Rp100 juta kepada Yunus. Tiga jam kemudian, sekitar pukul 19.00 WIB, penyidik KPK mendatangi rumah Suparman untuk menangkapnya. "Jadi, saat ditangkap uang itu sudah tidak berada di tangan Suparman," tuturnya. Saat ini uang senilai Rp100 juta itu dijadikan barang bukti pemerasan oleh KPK yang disebut pengembalian dari Suparman, meski Suparman telah mengaku uang yang diterimanya dari Tintin hanya Rp25 juta. Berdasarkan Laporan Kejadian Korupsi Nomor LKK/04/VI/2005/KPK tertanggal 28 April 2005, Suparman tercantum sebagai pelapor kasus dugaan korupsi di ISN ke KPK. Suparman yang berstatus penyidik fungsional KPK dan bertempat tinggal di Bandung melaporkan kejadian dugaan tindak pidana korupsi dalam hal pelepasan aset PT ISN berupa tanah seluas 25,9 hektar yang dijual di bawah harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang sebenarnya sehingga mengakibatkan kerugian negara. Kejadian tersebut dilaporkan Suparman terjadi di kantor Notaris Liana Nugraha di Bandung pada 10 November 2004. Direktur Utama PT ISN, Kuntjoro Hendrartono dilaporkan memberikan surat kuasa kepada seorang agen biro jasa, Tin Tin Surtini, untuk menurunkan NJOP aset tanah PT ISN dari yang sebenarnya Rp702.000 per meter persegi menjadi hanya Rp160.000 per meter persegi dalam pengurusan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) aset PT ISN tersebut.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006