Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung (Kejagung) segera mengeksekusi mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) Eurico Guterres yang telah dihukum sepuluh tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi. Direktur HAM Kejagung, I Ketut Murtika, di Jakarta, Senin, mengatakan, Kejagung akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) karena keberadaan Guteres terakhir kali diketahui di NTT. "Sesuai perintah Jampidsus, kita akan segera berkoordinasi dengan Kejati NTT untuk mengeksekusi Guterres. Kalau tidak hari ini, besok. Pokoknya secepatnya," kata Murtika. Menurut dia, Kejagung akan membicarakan dengan Kejati NTT tentang lokasi penahanan Guterres. Jika tidak ditahan di NTT, lanjut dia, maka Guterres akan dibawa ke Jakarta untuk ditahan di LP Cipinang. Murtika menambahkan pihaknya akan segera mengambil salinan putusan Guterres di Pengadilan HAM Ad Hoc pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Sementara itu, kuasa hukum Guterres, Suhardi Somomoeljono mempertanyakan dasar hakim agung yang menambah hukuman lima tahun dari tingkat Pengadilan Tinggi (PT) yaitu lima tahun penjara. "Apa dasarnya majelis kasasi menambah hukuman lima tahun. Hakim agung itu bukan pengadilan judex factie tetapi judex juris yang tidak bersentuhan langsung dengan terdakwa sehingga tidak berhak secara hukum acara pidana untuk mengurangi atau menambah hukuman," tuturnya. Menurut dia, putusan majelis kasasi tersebut salah berat karena tidak ada dasarnya bagi hakim agung untuk menambah atau mengurangi hukuman. Suhardi menyatakan akan menempuh upaya Peninjauan Kembali (PK) dan melaporkan majelis hakim yang memutus perkara Guterres ke Komisi Yudisial (KY). Mengenai pihak Guterres yang tidak mengajukan memori kasasi, Suhardi mengatakan itu hanyalah masalah teknis karena saat memori kasasi diserahkan ke MA, Guterres sedang berada di Atambua, sehingga tidak bisa diminta tandatangannya. Pada rapat musyawarah yang berlangsung di Gedung MA, Jakarta, Senin, majelis hakim yang terdiri atas Parman Soeparman dan beranggotakan Dirwoto, Sumaryo Suryokusumo, Sakir Adiwinata dan Masyhur Effendi itu menyatakan terdakwa Eurisco Guterres terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat berupa kejahatan terhadap kemanusiaan. Majelis hakim menghukum Eurico sesuai keputusan Pengadilan HAM Ad Hoc pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tertanggal 27 November 2002, yaitu sepuluh tahun penjara.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006