Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Keuangan mencatat kenaikan harga BBM bersubsidi Rp1.000 per liter dapat menghemat anggaran negara sebesar Rp21 triliun.

"Apabila menaikkan BBM dari Rp4.500 ke Rp5.500, dengan kenaikan per Rp1.000 akan menghemat Rp2,1 triliun, maka keseluruhan menghemat Rp21 triliun," ujar pelaksana tugas Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Keuangan Rofyanto Kurniawan dalam diskusi di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, angka penghematan tersebut lebih tinggi dibandingkan pemerintah berhasil melakukan pengaturan BBM bersubsidi dan program konversi bahan bakar gas di wilayah Jawa dan Bali.

Rofiyanto memaparkan, apabila pemerintah bisa menekan konsumsi sesuai kuota volume BBM bersubsidi yang telah ditetapkan sebanyak 40 juta kiloliter maka anggaran yang dapat dihemat sebesar Rp7,8 triliun hingga Rp8 triliun.

Sedangkan apabila pemerintah bisa menghemat konsumsi hingga 37,5 juta kiloliter, maka anggaran yang dapat dihemat sebesar Rp16 triliun.

"Upaya pembatasan apabila berhasil menekan kuota 40 juta kiloliter, anggaran yang berhasil dihemat Rp7,8 triliun. Kalau 37 juta kiloliter bisa Rp16 triliun," kata Rofiyanto.

Ia mengatakan, pemerintah akan terus secara intensif mengupayakan pembatasan BBM bersubsidi dan menyiapkan subsidi bunga kredit bagi stasiun pengisian bahan bakar umum yang menyiapkan pompa pengisian pertamax.

"Kita sedang menyiapkan anggaran agar masyarakat tidak bergantung kepada premium dan beralih ke pertamax," ujarnya.

Selain itu, menurut Rofiyanto, upaya pembatasan BBM bersubsidi harus dilakukan agar subsidi dapat diberikan tepat sasaran.

"Upaya ini harus dilakukan agar subsidi jangan diberikan kepada kalangan menengah ke atas," katanya.

Pengamat ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menambahkan pemerintah masih menghadapi kendala apabila konversi penggunaan bahan bakar gas diberlakukan mulai 1 April 2012, terutama dalam pengadaan infrastruktur pendukung.

"Kalau penggunaan gas segera dilakukan, infrastruktur pendukung belum ada karena dari dulu infrastruktur untuk pompa gas relatif tidak ada perkembangan dan membangun yang baru membutuhkan waktu," ujarnya.

Untuk itu, dalam waktu dekat terkait dengan rencana pembatasan dan pengaturan BBM bersubsidi, masyarakat tidak ada alternatif lain selain menggunakan pertamax.

Sementara, lanjut Komaidi, kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi memang tidak populer dan berisiko secara politik karena dapat mendorong terjadinya laju inflasi.

"Setiap kenaikan Rp1.000-Rp1.500 per liter akan mendorong tambahan inflasi 1-1,6 persen, jika tanpa kebijakan peredam," ujarnya.

Namun, kebijakan ini relatif sederhana dalam implementasi dan tidak membutuhkan kesiapan infrastruktur dan pengawasan secara berlebihan.

Menurut Komaidi, penghematan alokasi anggaran dari kenaikan harga premium dan solar sebesar Rp1.000 adalah Rp38,3 triliun, sedangkan apabila naik Rp1.500 menghemat Rp57 triliun.

(S034/B012)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2012