Mbah udah bilang nggak usah pergi hari ini, di rumah aja"
Jakarta (ANTARA News) -  "Baru saja, baru sampai. Naik angkutan kota kan mesti empat kali dari Cinere ke sini (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). Saya mau jenguk cucu saya yang kena demam berdarah di Cinere," ujar Reniwati (73).

Reniwati adalah nenek dari Moch Hudzaifah (16), salah seorang pejalan kaki yang tewas tertabrak di Jalan Ridwan Rais, Jakarta Pusat, Minggu.

Terus mengusap air matanya dengan selendang biru tua yang terkalung di lehernya, wanita tua ini menceritakan cucunya yang tewas bersama delapan orang lainnya dalam kecelakaan maat yang juga melukai lima orang itu.

"Mbah udah bilang nggak usah pergi (main bola ke Monas) hari ini, di rumah aja. Mbah mau ke Cinere, ke rumah sakit jenguk suadara yang kena demam berdarah," kenang Reniwati.

Reni baru sampai di Rumah Sakit Mitra Keluarga di Cinere ketika cucunya yang lain menelpon dan memberinya kabar duka bahwa Ujai, panggilan akrab Moc Hudzaifah, meninggal dunia dan dibawa ke RSCM.

Ujai tinggal bersamanya di Tanah Tinggi, Kramat, Jakarta Pusat. "Sehari-hari sama saya, saya yang merawat, ibu bapaknya kerja semua".

Ibu Ujai bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Bekasi. Hanya ketika libur, dia pulang ke Kramat.

Kebetulan sang ibu akan pulang ke Kramat karena memang libur panjang menyambut hari raya Imlek.

"Karena itu saya pergi ke Cinere karena ada orang di rumah. Kalau nggak ada orang saya nggak pergi ke Cinere," katanya sambil menunjuk ke arah wanita berjilbab ungu yang bersandar di salah satu pintu kamar mayat RSCM.  Wanita tersebut tak henti menatap salah satu dari beberapa jenasah yang dijajar rapi di ruangan itu.

"Ayah Ujai juga ada, sudah datang. Ayahnya juga tadi sedang kerja," ujar Reni seraya menginformasikan ayah Ujai bekerja serabutan demi memenuhi kebutuhan keluarganya.

Rp2.000 terakhir

Pagi itu, merasa memiliki firasat buruk, Reniwati melarang Ujai pergi bermain bola.

"Ya perasaan saya cuma tidak enak aja," ujarnya.

Nenek lebih dari lima cucu ini kemudian bercerita bahwa tadi pagi Ujai meminta tambahan uang jajan kepadanya. Cucunya itu sudah memegang Rp10.000 untuk ongkos dan jajan sekadarnya usai bermain bola di Monas.

"Ya saya kasih Rp2.000, dia mintanya Rp2.000 untuk nambah uang jajan katanya," kata Reni dengan mata masih berkaca-kaca basah oleh air mata.

Ia mengenang cucunya memang gemar bermain bola tetapi menolak disekolahkan ke tempat pelatihan bola.

"Ujai itu anak baik," ujar dia, kembali menyeka air matanya yang terus mengalir.

Cucunya yang sudah merampungkan pendidikan tingkat pertamanya di SMP terbuka itu ingin sekali melanjutkan sekolah ke SMA. Karena itu dia menolak dimasukkan ke tempat kepelatihan bola, meski senang sekali bermain sepak bola.

Keinginan mulia Ujai itu terhenti oleh kecelakaan maut yang menewaskan sembilan orang termasuk dia, tidak begitu jauh dari Stasiun Gambir pada Minggu (22/1) pukul 11.00 WIB.

Ujai termasuk korban yang meninggal di tempat kejadian.

Setidaknya 13 orang celaka karena kelalaian Afriani Susanti (29), warga Jalan Kranggan 149, Tanjung Priok, Jakarta Utara, saat mengemudikan mobil Daihatsu Xenia berwarna hitam dengan nomor polisi B 2478 XI tersebut.

Saat berada di kamar mayat RSCM, Kanit Lakalantas Jakarta Pusat AKP Antoni Wijaya sedikit memaparkan kronologi kecelakaan itu.
 
Mobil yang dikendarai Afriani tiba-tiba hilang kendali ketika melaju dari arah Stasiun Gambir ke Tugu Tani. Afriani konon memacu kendaraannya dengan kecepatannya sekitar 60 hingga 70 kilometer (km) per jam.

Tiba-tiba mobil tersebut berbelok ke sebelah kiri jalan mengarah ke trotoar, lalu menabrak sekelompok pejalan kaki yang usai beraktivitas di Monas, termasuk Ujai dan beberapa temannya yang baru saja bermain futsal.

Naas, Ujai dan beberapa sejawatnya itu tewas.

Nggak nyangka

Minggu sore (22/1), polisi menyebutkan delapan tewas dan lima luka berat dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta Pusat.

Korban tewas adalah Moch Hudzaifah alias Ujay (16), Firmansyah (21), Suyatmi (51), Yusuf Sigit (2,5), Ari (16), Nanik Riyanti (25), Fifit Alfia Fitriasih (18), dan Wawan (18).

Lima lainnya dirawat di RSPAD Gatot Subroto.  Mereka adalah Siti Mukaromah (30), Moh Akbar (22), Kanny (8), Indra (11), dan Teguh Hadi Purnomo.

Tak lama kemudian, Akbar menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit itu.  Jadilah, sembilan orang meninggal dunia akibat kecelakaan maut itu.

Polisi kemudian menahan si penabrak. Afriani diharuskan mengikut tes darah dan urine.  Saat itu hasilnya negatif, si supir mobil maut itu tidak "dikendalikan" alkohol atau narkoba.

Namun akibat perbuatannya, wanita muda yang tidak ber-SIM, tidak pula ber-STNK saat kecelakaan ini terjadi, ditetapkan sebagai tersangka dan diancam enam tahun penjara.

Tak ada yang tahu apakah hukuman seberat itu bisa menghapus kepedihan Reniwati dan keluarga lain yang mendadak ditinggal pergi selamanya oleh orang-orang tersayangnya.

Yang kepergiaan Ujai memukul hati nenek renta ini.  Ia bahkan tidak berani mendekat ke jenasah sang cucu.  Dia emilih berdiri dalam jarak delapan hingga sepuluh meter dari jenasah cucunya itu.

Dari kejauhan, matanya yang basah oleh air mata tidak bisa lepas dari salah satu jenasah yang diselubungi kain putih dengan sedikit bercak merah darah di sana sini.

Hari Minggu itu Reniwati memang harus ke rumah sakit, tapi sama sekali bukan akan kamar mayat di rumah sakit.

"Nggak nyangka, pagi tadi dia nggak kenapa-kenapa kok. Sekarang ...," ujar Reni, tak bisa meneruskan kalimatnya. Air mata mengalir dari matanya.

Z002


Oleh Virna Puspa Setyorini
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2012