Bengkulu (ANTARA News) - Kelangkaan minyak tanah (Mitan) masih menjadi persoalan serius di Provinsi Bengkulu khususnya bagi masyarakat di kabupaten yang mengeluhkan mahalnya harga Mitan yang mengalahkan harga bensin.

"Karena lebih langka dari bensin harganya juga lebih mahal sampai Rp 8.000 per liter kalau bensin cuma Rp 5.000 per liter,"kata Nurmalia warga Kecamatan Ketahun Kabupaten Bengkulu Utara, Minggu.

Padahal di daerah ini kata dia hampir 90 persen masyarakat menggunakan minyak tanah untuk mendukung kebutuhan rumah tangga sebab masyarakat belum mengenal kompor gas elpiji.

"Masyarakat disini masih menggunakan kompor minyak tanah malah masih banyak yang pakai kayu, kami belum begitu kenal kompor gas,"katanya.

Mahalnya harga Mitan juga dirasakan masyarakat Kecamatan Ilir Talo Kabupten Seluma yang harus membeli Mitan dengan harga Rp 8.000 per liter.

"Susah nian dapatnya, itu juga kalau ada minyaknya, seringlah kosong, harganya sampai Rp 8.000 per liter,"kata Surahma, warga Desa Rawa Indah.

Sementara warga Pulau Enggano Kecamatan Enggano Kabupaten Bengkulu Utara mengaku harga Mitan di pulau terluar itu mencapai Rp 9.000 per liter.

Robby Kauno, tokoh masyarakat Pulau Enggano mengatakan tingginya harga ini sudah biasa dirasakan masyarakat sebab Mitan sangat terbatas di daerah itu.

"Itu juga syukur kalau barangnya ada, lebih sering kosong terpaksa masyarkat cari alternatif lain ke kayu bakar, penyulutnya pakai plastik,"katanya.

Sementara di Kota Bengkulu antrian panjang warga untuk mendapat Mitan masih menjadi pemandangan umum seperti yang terjadi di salah satu pangkalan di Kelurahan Kebun Keling, Kota Bengkulu, deretan jerigen yang menunggu diisi minyak tanah mencapai 25 meter lebih.

Yani, ibu rumah tangga di kelurahan Kebun Keling, mengaku sudah sejak pagi mengantre untuk mendapatkan lima liter minyak tanah, namun hingga pukul 15.00 WIB dia belum kunjung mendapatkan komoditi migas yang disubsidi pemerintah itu.

Ibu dua anak ini mengaku rela mengantre di pangkalan minyak tanah selama berjam-jam karena harga di pangkalan lebih murah dibandingkan dengan di warung.

"Kalau di pangkalan seperti ini cuma Rp3.000 tapi kalau di warung paling murah Rp5.000, malah ada yang sampai Rp6.000", ungkapnya.

Selisih harga antara di pangkalan dengan di warung yang hampir mencapai dua kali lipat itu membuat Ibu Yani maupun ibu-ibu yang lain rela mengantri seharian penuh.

Sementara itu, Pemprov Bengkulu menetapkan Harga Eceran Tertinggi Minyak Tanah (HET) di pangkalan Rp2.780 per liter, namun pada kenyataan di beberapa pangkalan di kota Bengkulu menjual minyak tanah dengan harga Rp3.000 per liter.

Yani maupun Denti berharap adanya tindakan pemerintah atau pihak terkait untuk segera melakukan operasi pasar sehingga perbedaan harga minyak tanah di warung/toko dengan di pangkalan tidak terlalu mencolok.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009