Jakarta (ANTARA News) - Meski mengalami luka-luka akibat musibah jebolnya atap dan dinding Kereta Api Ekonomi Nomor 907 jurusan Rangkasbitung-Jakarta Kota pada Jumat (3/3) pukul 07.33 WIB di Stasiun Kebayoran Lama, sejumlah korban mengaku tetap tidak kapok naik di atap gerbong kereta. "Kalau luka di kaki saya sudah sembuh, saya tetap akan naik kereta api, meskipun harus berdesak-desakan, bahkan naik di atap gerbong," ujar salah satu korban kecelakaan KA Nomor 907, Agusnedi (31), seusai mendapat perawatan di RS Medika Permata Hijau Jakarta, Minggu. Menurut korban yang sehari-hari berjualan bakso keliling kampung itu, para penumpang rela berdesak-desakan dan naik di atas gerbong karena harga tiket KA murah. Hanya dengan membeli tiket seharga Rp 1000- Rp2500, bahkan jika membayar langsung pada kondektur KA di dalam kereta tanpa harus membeli tiket melalui loket harganya bisa lebih miring. "Kalau naik angkutan umum lainnya akan menghabiskan ongkos sekitar Rp20. ribu, tetapi kalau naik kereta pulang-pergi paling banyak mengeluarkan uang Rp5.000," kata korban yang mengaku sudah 10 tahun lebih menggunakan KA sebagai sarana transportasi dari rumahnya di Kampung Daru, Tanggerang menuju Pasar Cipulir, Jakarta Selatan. Hal senada diungkapkan korban lainnya, M Haris (30), warga Kampung Pabuaran, Kecamatan Pondok Panjang yang nekat lompat dari dalam gerbong saat kereta bernomor 907 itu melaju kencang, meski atap dan dindingnya jebol akibat kelebihan penumpang. Bapak satu anak itu mengatakan kalau naik bus atau kendaraan umum selain kereta api, upah dia sebagai buruh bangunan tidak cukup untuk ongkos tranportasi pulang-pergi dari Kampung Pabuaran menuju Palmerah tempat dia bekerja. "Tiket kereta api lebih murah, sehingga saya lebih memilih naik kereta api daripada naik kendaraan umum lainnya, meskipun harus naik di atap gerbong," katanya. Musibah ambrolnya atap dan dinding KA Nomor 907 jurusan Rangkasbitung-Jakarta Kota itu terjadi karena penumpang di atap kereta yang terlalu berlebih. Akibatnya 20 orang penumpang mengalami luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit. Pada saat itu seperti kebiasaan setiap hari, banyak penumpang yang duduk di atap kereta yang telah rapuh, sehingga atapnya tidak mampu menyangga beban penumpang di atasnya dan ambruk. Korban cedera bukan hanya penumpang di atas atap, tetapi juga beberapa orang penumpang yang berada di dalam gerbong. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Kemudian pada Sabtu (4/3) sembilan penumpang yang berada di atap KRL 531 jurusan Bogor-Jakarta Kota menjadi korban akibat putusnya kabel aliran listrik. Peristiwa yang terjadi di dekat Stasiun Gondangdia berlangsung ketika KRL 531 itu sedang melaju untuk masuk ke arah Stasiun Gondangdia. Terdapat sembilan penumpang yang saat itu duduk di atap gerbong dan mereka melihat kabel listrik di atas lintasan itu melengkung ke bawah akibat ada gangguan di salah satu "pantograph". Sebanyak delapan orang penumpang spontan melompat dari atas gerbong untuk menghindari kabel, namun seorang penumpang tidak sempat melompat dan langsung tersengat kabel listrik. Ia terjatuh dan mengalami luka sengatan listrik serta cedera benturan akibat jatuh. Dua korban tewas, Mohammad Erry Sucipto(26) langsung meninggal dan jenazahnya dikirim ke RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM), sementara Dedi Junaedi meninggal setelah mendapat perawatan di RSCM. Rapat khusus Setelah dua hari berturut-turut terjadi kecelakaan yang menimpa penumpang kereta api dan mengakibatkan puluhan korban mengalami luka-luka, bahkan dua diantaranya tewas, jajaran Direksi PT KAI, jajaran PT KA Daops I Jakarta akan melakukan rapat dengan Direktur Jenderal Perkeretaapian Dephub, Sumino Eko Saputro. "Rapat yang akan dipimpin oleh Pak Sumino itu akan membicarakan langkah-langkah yang akan diambil untuk mencegah penumpang KRL naik ke atap," kata Kepala Humas Daop I PT-KAI, Ahmad Sujadi. Ia menambahkan pihaknya akan memberikan sejumlah masukan antara lain menggunakan konsep pendekatan komunikatif agar para penumpang kereta, terutama KRL tidak lagi duduk di atap gerbong. "Mungkin bisa saja kita usulkan nanti dalam rapat ada semacam buletin yang dibagikan kepada penumpang yang duduk di atap, isi buletin itu tentang imbauan dan juga mungkin foto-foto kecelakaan akibat berada di atap kereta selama perjalanan," katanya. Bahkan, masih menurut Achmad Sujadi, juga akan diusulkan untuk mengadakan razia atau semacam penahanan terhadap para penumpang yang berada di atap dan kemudian didata. "Bisa saja kita data yang isinya tentang pekerjaan mereka dan alasan kenapa naik di atap bukannya seperti penumpang yang normal berada di dalam gerbong. Bahan itu bisa dijadikan masukan untuk langkah dari PT KA agar penumpang tidak lagi naik ke atap," katanya. Sujadi mengakui sangat sulit untuk mencegah dan memberi pengertian akan bahaya duduk di atap kereta saat dalam perjalanan. "Tadi sore saja sekitar pukul 16.00 WIB petugas PT KA di Manggarai harus kembali mengingatkan pada penumpang, karena sudah banyak lagi yang duduk di atap," tuturnya. (*)

Copyright © ANTARA 2006