Ini saatnya untuk Indonesia menunjukkan bakat kaum mudanya. Jangan cuma jagoan impor dan meniru"
Jakarta (Antara News) - Heboh itu dimulai saat Walikota Solo Joko Widodo dikabarkan telah membeli mobil hasil karya siswa-siswi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 2, Surakarta.  Mereknya Kiat Esemka.

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri dikabarkan  malah lebih dulu membeli hasil karya siswa SMK itu.  Yang dibeli Mega bukan mobil, melainkan motor angkut dan laptop.

Setelah itu kehebohan itu merasuk ke mana-mana, dari politisi dan birokrat, sampai artis dan selebritis. Semua ramai memesan Esemka.

Anda boleh mengatakan itu latah, tapi Anda tak bisa membantah kenyataan bahwa di balik sambutan tokoh dan masyarakat kepada mobil Esemka ada 'rindu yang terpuaskan' bahwa kita ternyata mampu menghasilkan sesuatu yang hanya beberapa negara saja yang berani menghasilkannya.  

Ini tentang menciptakan mobil bung!  Ini amat spesial dan berprestise. Tak ada negara berpredikat maju yang tak membajui predikat maju-nya dengan kemampuan mencipta produk otomotif.

Tak heran, antusiasme menyelimuti kebanyakan orang Indonesia.  Ooh, ternyata kita bisa bikin mobil!  Ternyata kita bisa berdikari!

"Ciptaan anak bangsa harus didukung," kata Ketua DPR RI Marzuki Alie.

Dia berjanji mengupayakan inovasi anak-anak SMK ini didukung pengusaha, untuk kemudian menjadi mobil nasional.

Dalam pandangannya, inovasi ini harus didukung luas masyarakat.

"Siapa lagi kalau bukan kita yang harus membelinya?" kata Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan di DPR RI, Arwani Thomafi.

Arwani mengaku sudah "ngebet" ingin memiliki mobil karya anak bangsa ini.

"Prioritas saat ini adalah penguatan basis produksi sehingga betul-betul memenuhi standar otomotif," katanya.
 
Inilah saatnya

Publik tak kalah antusiasnya.  Haryanto (48), seorang dosen pada sebuah universitas swasta di Jakarta misalnya.

 "Bagus, apalagi kalau mobnas ini diarahkan untuk menghasilkan transportasi umum seperti bus atau minibus seperti metro mini," katanya.

Dia malah mewanti-wanti agar Esemka dan mobil-mobil buatan nasional lainnya diproteksi dari serbuan mobil impor yang disebutnya pasti mengancam keberadaan mobnas.

"Selain itu, harus dipastikan mobnas tidak akan menambah kemacetan di Indonesia," sambung Hariyanto.

Suara lebih patriotis dicetuskan Christian (21), mahasiswa sebuah universitas swasta di Jakarta.

"Ini saatnya untuk Indonesia menunjukkan bakat kaum mudanya.  Jangan cuma jagoan impor dan meniru," katanya.

Sigit (38), seorang karyawan, menyambung, "Saatnya kita tunjukkan bahwa kita bukan hanya piawai mengkonsumsi, tapi juga memproduksi!"

Sigit ingin masyarakat sebangsanya tak lagi mengelu-elukan mobil Amerika, Eropa dan Jepang.   Sementara Mariska (20) --mahasiswa universitas swasta di Jakarta-- ingin inovasi ini dijaga dari prilaku-prilaku korup jika nanti dikembangkan secara massal sebagai satu industri.

"Jangan sampai dikorupsi uang proyeknya," kata Mariska lagi.

Tidak semua orang datang menyambut Esemka dan mobil-mobil lokal yang belakangan ternyata bisa dibuat oleh orang Indonesia, bahkan anak SMK, itu.

"Saya tidak setuju. Yang penting pembangunan infrastruktur di desa-desa," ujar Agung (34) yang adalah karyawan swasta di Jakarta Pusat.

Nurtyas (28), seorang ibu rumah tangga, mengamini Agung dengan mengatakan lebih baik mengutamakan teknologi untuk pangan dan pertanian.

"Itu lebih penting daripada mobil. Tambah mobil, bisa tambah macet nanti," ujar Nurtyas.

Dukunglah

Jika banyak pemimpin  --dan tentu saja bagian terbesar masyarakat Indonesia-- menyambut mobil buatan anak-anak berusia tanggung itu, maka mungkin itu sikap yang semestinya ditunjukkan.

Hal kreatif mestinya memang selalu didukung, apalagi kreativitas itu menghasilkan sesuatu yang selama ini menjadi salah satu basis untuk melangkah ke tingkat negara yang lebih maju.

Otomotif pula yang diantaranya mengatrol Jepang, lalu Korea Selatan, dan kemudian Malaysia serta India, ke tingkat yang lebih dari sekedar negara pra-industri, untuk kemudian menjadi negara maju.

Mereka melabeli derajat kemajuan industrinya dengan salah satunya membangun secara sukses industri otomotifnya, tidak sekadar memakai dan mengonsumsinya.

Di Malaysia misalnya.  Pada 1981, mantan perdana menteri Malaysia, Mahathir Mohamad berencana meluncurkan produk lokal otomobil  Malaysia pertama.

Dua tahun kemudian negara itu meluncurkan Perusahaan Otomobil Nasional (Proton) bekerjasama dengan produsen elektronik dan otomobil Jepang, Mitshubishi.

Bertahun-tahun kemudian Proton sukses menciptakan mobil yang seratus persen karya anak bangsa.  Di dalam negeri, mobil lokal mereka itu bisa menandingi Toyota, Mitshubishi, Hyundai, Mazda, Daewoo, Kia, Isuzu, Toyota Astra, dan lainnya.

Pun demikian dengan India.  Negeri ini memiliki industri skuter dan sepeda motor nasional terbesar bermerek Bajaj yang diproduksi Bajaj Group yang didirikan Jamnalal Bajaj, sehari setelah India merdeka dari Inggris.  Bajaj memiliki lisensi skuter Italia, Vespa.

Dulu, Indonesia berusaha mengembangkan mobil nasionalnya sendiri, dengan menggandeng KIA Korea Selatan. Namun akhir kisahnya tidak jelas.

Kini anak-anak SMK 2 Surakarta menciptakan mobil lokal tanpa harus bermitra dengan produsen-produsen mapan otomotif.

Para remaja ini berhasil membuat mobil Sport Utility Vehicle (SUV) sepanjang 4,6 meter berkapasitas mesin 1500 cc.  Harganya murah, Rp95 juta rupiah!

Tak hanya Esemka.  SMK Negeri 6 Malang, Jawa Timur, memamerkan mobilnya bermerek "Rosa".  Kemudian, "Metro Tawon" dan "Transformer" dikenalkan di Serang.  Bahkan sebuah SMK di Bandung mempromosikan produk dirgantara rakitannya.  (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2012