Surabaya (ANTARA News) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya akan menerapkan busway pada 2007 sesuai dengan konsep yang selama ini diberlakukan DKI Jakarta, kata staf Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, Togar Arifin Siregar. Ia mengemukakan hal itu saat mewakili Wakil Walikota (Wawali) Surabaya Drs Arief Affandi dalam talkshow bertajuk "Problematika Kota Surabaya" yang digelar Universitas Kristen Petra (UKP) Surabaya, Jumat, guna menyemarakkan pameran pendidikan UKP. "Untuk membangun kota dengan visi `smart and care`, Pemkot Surabaya akan membangun infrastruktur transportasi yang dapat mengurangi kemacetan lalu lintas secara bertahap, di antaranya kita akan terapkan busway pada 2007," katanya. Di Jakarta, pengoperasian busway pada awalnya memang mengundang pro-kontra, tapi setelah terbukti dapat mengurangi kemacetan, banyak kalangan menaruh respek. "Saya sendiri sempat diprotes saat mewacanakan konsep busway itu, diantaranya space jalan di Surabaya yang sempit atau tak selebar di Jakarta, tapi saya sendiri sudah bertanya kepada pakar transportasi dari India berkaitan dengan hal tersebut," ucapnya. Hasilnya, penerapan konsep busway itu tidak ditentukan oleh "space" jalanan di sebuah kota, apakah lebar atau tidak, melainkan tergantung "mindset" di otak manusia, apakah lebar atau tidak. "Kami juga sudah merancang perubahan jam kerja yang akan diberlakukan mulai April 2006, yakni sekolah masuk jam 06.30 WIB, kantor pemerintahan masuk jam 07.30 WIB, dan perusahaan/kantor swasta masuk jam 08.00 WIB atau 08.30 WIB," katanya. Cara lain, katanya, Pemkot Surabaya akan membuat kawasan percontohan yang mengutamakan pejalan kaki di Jalan Basuki Rahmad dengan dukungan dana dari lembaga keuangan internasional. "Kami akan membangun trotoar yang bersambung, sedangkan kantor, toko, atau bangunan di jalan itu harus mengalah dengan pejalan kaki melalui pembuatan jalan untuk kendaraan yang naik-turun sesuai trotoar yang ada," katanya. Menurut Arief Affandi, semua cara itu akan mengurangi jumlah kendaraan bermotor di Surabaya dan sekaligus dapat mengurangi polusi udara di Kota Pahlawan ini. Senada dengan itu, ketua jurusan Teknik Arsitektur UKP Surabaya, Timoticin Kwanda MRP mengatakan, urbanisasi di kota Surabaya memang menimbulkan dampak lingkungan berupa polusi udara yang mencapai 70-80 persen disumbang kendaraan bermotor. "Polusi itu terjadi akibat kemacetan lalu lintas, bahkan WHO sendiri pada 1999 mencatat polusi di Surabaya sudah tujuh kali lipat melebihi ambang batas, sehingga berdampak pada penyakit sesak nafas hingga kematian. Hampir 50 persen penyakit ISPA pada anak-anak di Surabaya diakibatkan polusi udara," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006