Jakarta (ANTARA News) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis terdakwa kasus pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK) Masyhuri Hasan dihukum satu tahun penjara.

"Terdakwa dihukum pidana dengan kurungan satu tahun penjara dikurangi masa tahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dan membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp2000," kata Ketua Majelis Hakim Herdy Agusten, saat membacakan putusan di Jakarta, Selasa.

Menurut majelis, Masyhuri Hasan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana memalsukan surat.

Majelis hakim juga menyatakan bahwa hal yang memberatkan atas perbuatan terdakwa adalah merugikan citra Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga tinggi negara.

Sedangkan yang meringankan terdakwa berlaku sopan di persidangan dan terdakwa mengaku terus terang dan menyesali perbuatannya serta belum pernah dihukum.

Vonis yang diberikan majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut Masyhuri Hasan 18 bulan penjara karena sesuai fakta persidangan terbukti ikut bersama-sama membuat surat palsu MK.

Masyhuri didakwa pasal 63 ayat 1 junto pasal 55 ayat 1 ke Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang secara bersama-sama membuat surat palsu.

Dalam kasus ini, Masyhuri dianggap bersalah bersama-sama membuat surat palsu yang mengakibatkan putusan MK dapat ditafsirkan keliru oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menentukan satu kursi DPR dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Selatan I.

Surat palsu MK tersebut digunakan oleh KPU sebagai dasar dalam rapat pleno untuk menentukan kursi anggota DPR dari salah satu partai yaitu Partai Hanura secara keliru yang tentunya putusan KPU yang salah atau keliru tersebut dapat mengakibatkan kerugian bagi salah satu partai yang seharusnya berhak atas kursi di DPR yaitu dari Partai Gerindra.

JPU mengungkapkan bahwa perbuatan Masyhuri bersama dengan Panitera MK Zainal Arifin Hoesein dengan membuat surat Nomor 112/PAN.MK/2009 tanggal 14 Agustus 2009 yang berisi tentang penjelasan yang tidak sesuai dengan putusan MK Nomor 84/PHPU.C/VII/2009 tentang perselisihan pemilu DPR di Dapil Sulawesi Selatan I.

Surat tersebut mengakibatkan KPU dalam rapat pleno 21 Agustus 2009 yang dipimpin Andi Nurpati menyatakan Hanura mendapatkan satu kursi untuk calon terpilih, Dewie Yasin Limpo.

Dengan keputusan yang keliru akibat adanya surat palsu tersebut lembaga KPU akan digugat oleh partai-partai peserta pemilu yang merasa dirugikan KPU.

JPU juga menyatakan bahwa perbuatan terdakwa juga dapat menurunkan citra/nama baik KPU, juga MK sebagai lembaga penegak hukum dapat kehilangan kepercayaan masyarakat.

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2012