Sorong, Irjabar (ANTARA News) - Provinsi Irian Jaya Barat (Irjabar) akan meminta pemberlakuan otonomi khusus setelah Pilkada gubernur/wakil gubernur 10 Maret 2006. Hal itu disampaikan Ketua DPRD Irjabar, Jimmy Demianus Ijie, di Kota Sorong, Kamis, berkaitan dengan Pilkada yang telah ditetapkan 10 Maret sesudah ditunda tiga kali. Jimmy menyatakan optimis Mendagri Mohammad Ma`ruf akan mengeluarkan rekomendasi mengenai penetapan hari libur pada 10 Maret. Pilkada dilaksanakan berdasarkan UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, bukan UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua. "Kami optimis masyarakat akan antusias menggunakan hak pilihnya . Kita lihat kampanye dipenuhi ribuan orang," katanya. Namun demikian, sesuatu yang sangat disesalkan adalah penundaan Pilkada beberapa kali yang mengakibatkan masyarakat jenuh menunggu. "Tetapi itu tidak berarti mereka patah semangat untuk menggunakan hak pilih. Mereka sudah menanti-nanti Pilkada," katanya. DPRD sering menerima pengaduan masyarakat agar Pilkada segera dilaksanakan. "Memang ada sekelompok orang punya pendapat berbeda. Mereka memprovokasi warga lainnya," katanya. MRP yang domainnya adalah kultural sudah berani menabrak domain politik. Lima rekomendasi MRP mengenai Irjabar tak ada satu pun yang ada kaitannya dengan tugas dan fungsi MRP, misalnya, MRP menyatakan Propinsi Papua belum siap dimekarkan. Padahal MRP wilayahnya perempuan, adat dan agama. "Apakah pemekaran Papua berdampak pada disharmoni hubungan antaragama, apakah pemekaran berdampak pada semakin marginalnya perempuan Papua, orang-orang asli Papua. Itu yang harus dijelaskan," katanya. Jimmy menyatakan, MRP sudah mencampuri urusan politik dengan menggariskan bahwa Pilkada Papua meliputi wilayah Irjabar. MRP tidak mau mengakui Irjabar. Bagi Irjabar, Pilkada lebih cepat lebih bagus. Karena itu, pemerintah daerah, DPRD dan KPUD Irjabar sudah menetapkan Pilkada 10 Maret. "Mari kita laksanakan Pilkada untuk memilih gubernur definitif, daripada berkonflik terus. Kakak dan adik itu `kan ada karena saling pengakuan. Ada kakak kemudian lahir adik yang saling mengakui," katanya. Namun Irjabar-Papua tidak bisa diilustrasikan seperti kakak-adik itu, karena Papua sebagai kakak tidak mengakui Irjabar sebagai adik. "Ya.. sudah kita jalan masing-masing. Papua jalan dengan UU No.21/2001, Irjabar jalan dengan UU No.32/2004. Nanti setelah Pilkada, kita berbicara dua alternatif, apakah Irjabar akan ikut Papua dalam konteks UNo.21 atau Irjabar berjalan dalam konteks otonomi khusus tersendiri," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006