Jakarta (ANTARA News) - Pernyataan Mendiknas dalam sidang uji materi (Judicial review) di Mahkamah Konstitusi terkait gugatan PGRI dan ISPI mengenai UU nomor 13 tahun 2005 tentang APBN 2006 membuat berang mayoritas anggota Komisi X DPR. Pasalnya, Mendiknas dalam kapasitasnya mewakili pemerintah dalam sidang tersebut menyatakan anggaran pendidikan nasional telah mencapai angka 19,3 persen dari total APBN 2006. Dengan pernyataan itu, Mendiknas secara tidak langsung menyatakan bahwa amanat UUD 1945 mengenai pemenuhan alokasi anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN nyaris terpenuhi dan hanya dibutuhkan 0,7 persen lagi untuk mencapai angka 20 persen. "Pemerintah dalam mengalokasian anggaran pendidikan dalam APBN 2006 telah sesuai dengan amanat konstitusi," kata Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo. Bambang dalam kesempatan itu mengemukakan pendapat dari pemohon yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) bahwa alokasi dana pendidikan dikurangi alokasi gaji untuk guru dan dosen maka hanya 8,1 persen dari keseluruhan APBN 2006 adalah tidak benar. Sementara, bagi anggota Komisi X DPR pernyataan Mendiknas Bambang Sudibyo telah menyesatkan karena pada kenyataannya pemerintah belum mampu memenuhi alokasi anggaran 20 persen murni untuk peningkatan mutu pendidikan. Pasalnya, pernyataan Mendiknas bahwa anggaran pendidikan telah mencapai 19,3 persen itu jika dihitung dengan biaya pendidikan kedinasan dan gaji guru. Dalam rapat kerja gabungan Komisi X DPR dengan Depdiknas, Depbudpar, Kantor Menpora serta Perpustakaan Nasional yang berlangsung baru-baru ini, anggota Komisi X DPR lebih banyak menghujani Mendiknas dengan pertanyaan seputar pernyataannya pada sidang gugatan publik dengan pemohon PGRI dan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) di Mahkamah Konstitusi pekan sebelumnya. Mendiknas dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan bahwa jika menggunakan acuan UUD 1945, anggaran pendidikan Indonesia sudah mencapai 19,37 persen atau Rp125,4 triliun. Sementara jika mengacu pada Undang-Undang U No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) alokasi anggaran pendidikan dari APBN memang baru mencapai sebesar 9,3 persen. Truly Sutrisno Habibie, anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Golkar menyatakan, sangat kecewa dengan Mendiknas Bambang Sudibyo. "Sikap Mendiknas membela pimpinan itu (Presiden-red) memang bagus. Namun, jangan seakan-akan menjebak dengan pernyataan tersebut," katanya. Selaku anggota Panitia Anggaran, Truly merasa sangat tidak mudah untuk memperjuangkan anggaran tersebut. Namun, dipatahkan begitu saja oleh pernyataan Mendiknas tersebut. Bagaimanapun, kata Truly, Depdiknas dan Komisi X DPR memiliki kepentingan yang sama untuk meningkatkan dana pendidikan sesuai dengan kesepakatan tujuh menteri pada 4 Juli 2004 lalu untuk terus menerus memperjuangkan peningkatan dana pendidikan secara bertahap hingga seharusnya pada tahun anggaran 2006 ini dapat dicapai 12 persen. Anggota Komisi X DPR RI Darumi Irdjas dari Fraksi PP mengatakan gugatan ke MK kali ini tidak bisa dilepaskan dari gugatan sebelumnya terhadap UU Sisdiknas yang menyebutkan pemenuhan dana pendidikan sebanyak 20 persen dari total APBN dan APBD dilakukan secara bertahap yang dimulai tahun 2006 hingga 2009 nanti dengan kenaikan jumlah anggaran dari tahun ke tahun. "Kalimat "secara bertahap" ini yang digugat ke MK dan MK mengabulkannya, sehingga kata-kata secara bertahap itu gugur dan dianggap tidak ada dalam UU Sisdiknas," katanya. Padahal, pembahasan anggaran antara Komisi X DPR dengan Mendiknas yang telah berjalan selama ini selalu berpegang pada kesepakatan bahwa anggaran pendidikan sebesar 20 persen akan dipenuhi secara bertahap hingga 2009 nanti. Ia menyatakan kalau pernyataan di MK itu berlaku juga di Komisi X DPR ini berarti Mendiknas melakukan pengkhianatan terhadap pembahasan yang selama ini sudah diperjuangkan bersama, yakni dana pendidikan dipenuhi secara bertahap dengan peningkatan dari tahun ke tahun. "Pernyataan Mendiknas itu akan menjadi bencana yang harus segera diselesaikan agar tidak berlarut-larut," katanya. Menyesatkan Sebagian anggota Komisi X DPR menilai pernyataan Mendiknas Bambang Sudibyo telah menyesatkan dan membangun opini bahwa memang anggaran pendidikan seperti yang diamanatkan UUD 1945 yakni sekurang-kurangnya 20 persen nyaris terpenuhi. Padahal, pencapaian 19,3 persen anggaran pendidikan tersebut seperti yang disampaikan Mendiknas tersebut merupakan perhitungan keseluruhan biaya pendidikan termasuk didalamnya biaya pendidikan kedinasan dan gaji guru dan bukan alokasi anggaran yang murni digunakan untuk melakukan peningkatan mutu pendidikan. Elviana dari F-PDIP menilai Mendiknas besikap tidak adil karena ketika meminta anggaran pendidikan dari APBN kepada DPR menggunakan acuan UU Sisdiknas sementara ketika melawan penggugat di MK menggunakan acuan UUD 1945 sehingga anggaran pendidikan yang sudah dipenuhi seolah-olah sudah mendekati 20 persen yakni 19,3 persen. "Bagaimana sesungguhnya sikap Mendiknas, ketika rapat dengan DPR dia menggunakan pendekatan UU Sisdiknas. Karena menyadari keterbatasan anggaran pemerintah maka alokasi 20 persen dipenuhi secara bertahap, tetapi di hadapan sidang MK disebutkan anggaran pendidikan sudah mencapai 19,3 persen sehingga artinya DPR tidak perlu lagi memperjuangkan kenaikan anggaran pendidikan yang pada tahun 2006 baru mencapai 9,3 persen dari total APBN," katanya. Sementara itu, anggota Komisi X DPR lainnya, Aan Rohana dari Fraksi PKS mempertanyakan apakah Mendiknas sudah mempertimbangkan akibat dari pernyataannya tersebut. "Misalnya, dampaknya terhadap UU Guru dan Dosen yang akan diberlakukan pada 2007 ini dan membutuhkan dana puluhan triliun rupiah. Belum lagi dana untuk wajib belajar, gaji guru honorer yang menjadi PNS," katanya. Berbeda dari anggota Komisi X DPR lainnya, Munawar Saleh dari Fraksi PAN menyebutkan untuk menjernihkan kekeruhan soal pernyataan Mendiknas ini Menkeu perlu dihadirkan. Alasannya, kewenangan untuk menjelaskan aspek keuangan ini ada pada Menkeu, bukan Mendiknas. "Saya melihat Pemerintah panik dengan gugatan ini, sehingga terlalu jauh melihatnya, sehingga memaksakan angka-angka. Padahal, gugatan itu toh datang dari komunitas pendidikan yang merupakan dorongan spiritual untuk kita semua meningkatkan anggaran pendidikan di Indonesia," katanya. Dalam kaitan ini, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Heri Akhmadi mengatakan inti persoalannya yang digugat itu bukan pemerintah atau DPR, tetapi produknya, yaitu UU No 13/2005 tentang APBN. "Jadi, kita semua harus menyatakan yang sejujurnya demi perbaikan ke depan," katanya. Mendiknas Bambang Sudibyo ketika menjawab semua pertanyaan itu justru berkilah membela DPR. Alasannya, produk UU itu milik DPR dan pemerintah. Jadi, dia justru harus berkata seperti itu, agar tidak mempermalukan DPR dan Pemerintah yang mengeluarkan produknya tersebut. Kecewa Mendiknas Bambang Sudibyo sendiri ketika pada akhirnya menanggapi cercaan, makian dan kritik mitra kerjanya tersebut dengan sikap tenang bahkan balik mempertanyakan kesungguhan anggota Dewan memberikan dukungan terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia. Bambang menyatakan komitmennya sangat tinggi terhadap dunia pendidikan. Misalnya, saat mengajukan dana pendidikan sebesar Rp85 triliun, Rp65 triliun dan kemudian akhirnya Rp43 triliun untuk 2006. "Namun, apa yang saya dapat hanya Rp36,7 triliun atau 9,3 persen. Soal kecewa saya lebih kecewa, saya lebih sakit hati dan merasa ditinggalkan juga oleh DPR," katanya. "Ke depan saya akan usulkan 20 persen anggaran pendidikan versi UUD 1945 bisa dipenuhi. Kemudian 12 persen usulan anggaran pendidikan versi UU Sisdiknas dipenuhi dan selanjutnya saya akan melihat bapak-bapak dan ibu-ibu di DPR akan dapat memberikan berapa," katanya. Ia mengatakan, pihaknya sangat memahami bahwa pemenuhan anggaran pendidikan 20 persen jauh lebih sulit dan jauh lebih restriktif dan lebih menuntut jika menggunakan acuan UU Sisdiknas ketimbang acuan UUD 1945. "Sebab dalam UU Sisdiknas yang dihitung anggaran pendidikan murni tanpa menghitung gaji guru dan biaya pendidikan kedinasan sehingga memang akhirnya dicari solusi antara dewan dan pemerintah untuk melaksanakan pemenuhan anggaran 20 persen ini secara bertahap," katanya. Sementara itu, sejumlah pengamat pendidikan menyesalkan sikap Mendiknas yang menyatakan, anggaran pendidikan sebenarnya sudah besar. Dalam hal ini, Mendiknas seolah-olah tidak tahu bahwa anggaran pendidikan yang dimaksud adalah anggaran yang dibutuhkan di luar pendidikan kedinasan di departemen, kata Ade Irawan dari Indonesian Corruption Watch (ICW). Apabila anggaran pendidikan dihitung berdasarkan UU No 13/2006 mengenai APBN 2006, anggaran pendidikan hanya mencapai 8,01 persen. Jumlah ini menyimpang jauh dari komitmen pemerintah untuk meningkatkan anggaran pendidikan secara bertahap sehingga mencapai 20 persen di tahun 2009. "Saat ini ada sekitar 8.000 ruang kelas yang rusak, selain itu ada satu juta anak yang tidak dapat melanjutkan ke SLTP dan 2,7 juta anak SLTP yang tidak dapat melanjutkan sekolah," kata Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Rusli Yunus. Sementara itu Ketua Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) Sudijarto menyatakan keprihatinannya mengenai sikap pemerintah yang tidak mengalokasikan dana pendidikan sesuai dengan amanat UUD 1945. "Alasan menteri keuangan bahwa dana pendidikan sudah mencapai 19 persen termasuk anggaran pendidikan di departemen-departemen, hanya agar seolah-olah sudah memenuhi amanat UUD 1945," kata Sudijarto. Menurut dia, anggaran pendidikan mencapai 20 dari APBN di luar gaji pegawai merupakan sesuatu yang sangat mungkin dilaksanakan. Alasan ketiadaan dana, sebenarnya bisa disiasati kalau pemerintah mempunyai komitmen politik yang tinggi. (*)

Oleh Oleh Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2006