Kudus (ANTARA News) - Ratusan warga Desa Kaliputu, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah menyambut pergantian tahun baru Islam 1433 Hijriyah dengan menggelar kirab "tebokan" di desa setempat.

Kirab "tebokan" yang digelar Minggu sore, diikuti oleh puluhan anak-anak, remaja, dan orang tua, yang membawa sesaji berupa makanan jenang, jajan pasar, dan ayam matang utuh, buah, dan bubur yang diarak mengitari Desa Kaliputu.

Adapun rute perjalannya dimulai dari Jalan Sosrokartono menuju pertigaan Desa Bacin, arah GOR Desa Kaliputu, melintasi Kantor Balai Desa Kaliputu hingga menuju panggung utama yang ada di Jalan Sosrokartono yang berada di dekat Makam Tjondronegaran.

Sebelumnya, rute kirab dimulai dari Jalan Gang I dilanjutkan menuju Jalan Sosrokartono dilanjutkan ke Jalan Gang 12 - Jalan Gang 11 dan dilanjutkan ke Makam Keluarga Trah Tjondronegaran sebagai pengganti Balai Desa Kaliputu.

"Tebokan" merupakan istilah dari kata tebok (Jawa), yaitu sejenis nampan dari anyaman bambu yang biasa digunakan untuk meletakkan jenang, meskipun dalam perkembangannya ada tebok yang terbuat dari bahan janur kuning.

Acara "tebokan" juga dimeriahkan dengan penampilan "drum band" pelajar, barongan, dan kesenian reog, serta peserta kirab lain yang mengusung berbagai bentuk hiasan dengan jumlah total peserta sebanyak 35 peserta dengan jumlah personel masing-masing peserta kirab mencapai belasan orang.

Menurut Kepala Desa Kaliputu Suyadi, tradisi tebokan merupakan simbol untuk mengungkapkan syukur dan terima kasih kepada Tuhan atas keberhasilan mereka di bidang usaha jenang yang bertepatan dengan tahun baru Islam.

Kirab tersebut, diikuti ratusan warga yang didukung sebanyak 48 pengusaha jenang di Desa Kaliputu serta dua pengusaha jenang dari luar desa setempat, yakni Mubarokfood dan Kenia.

Adanya keterlibatan anak-anak yang membawa tebok berarak keliling desa, diharapkan menjadi generasi penerus usaha jenang di desa setempat.

Sepanjang rute kirab yang berjarak sekitar tiga kilometer, peserta kirab diiringi musik rebana dan "drum band" dari sekolah setempat, serta puluhan warga sekitar yang ikut kirab.

Ritual tersebut semakin menarik, anak-anak meletakkan tebok di atas kepala untuk diarak dengan berjalan kaki keliling desa.

Pembawa tebok juga menggunakan baju baju muslim lengkap. Di antara barisan pembawa tebok tersebut, terdapat beberapa peserta yang mengusung gunungan jenang bertingkat sembilan serta jenang yang dibentuk miniatur Menara Kudus.

Begitu sampai di panggung utama, dilakukan doa yang dipimpin oleh ulama setempat, selanjutnya semua tebok yang diarak keliling diperebutkan warga yang sejak siang mengikuti tradisi tersebut.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus Hadi Sucipto didampingi Kepala Seksi Promosi Wisata pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus Mutrikah mengungkapkan, perubahan tempat ritual sebelumnya di Balai Desa Kaliputu kemudian diganti dengan kompleks Makam Keluarga Trah Tjondronegaran, kini dipusatkan di Jalan Sosrokartono agar ritual ini tidak terkesan hanya seremonial saja.

Ia berharap, perayaan tradisi "tebokan" ini bisa menjadi daya tarik wisata, sekaligus menjadi ajang promosi sentra jnang yang ada di Desa Kaliputu.

Desa Kaliputu, kata dia, merupakan satu dari empat desa yang ada di Kudus yang menjadi desa wisata, sehingga nantinya akan mendapatkan dana stimulan untuk mendukung pengembangan desa setempat menjadi desa wisata.

Berdasarkan sejarah, kata dia, asal mula munculnya usaha jenang di Kudus berasal dari Desa Kaliputu, selanjutnya berkembang ke sejumlah daerah di Kudus dan sekitarnya.

"Mudah-mudahan, masyarakat juga mengetahui sejarah asal mula munculnya makanan jenang di Kudus," ujarnya.

Mutrikah menambahkan, cikal bakal jenang Kudus berawal dari peristiwa seorang anak yang merupakan cucu dari Mbah Dempok Soponyono yang hanyut disungai setempat.

Selanjutnya, kata dia, Syech Jangkung yang mengetahui peristiwa tesebut meminta warga untuk membuat jenang dari bubur gamping untuk menyuapi anak tersebut.

"Disebut jenang bubur gamping karena terbuat dari tepung beras, garam, dan santan kelapa. Kini, bubur gamping tersebut mulai dikenal masyarakat sebagai jenang Kudus," ujarnya.
(KR-AN)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011