Bojonegoro (ANTARA News) - PT Pertamina (persero) dan ExxonMobil harus segera menyelesaikan Joint Operating Agreement (JOA) yang masih ada silang pendapat menyangkut operatorsift sesuai tenggat waktu sepekan yang diberikan oleh pemerintah. "Sebenarnya beberapa poin di dalam JOA mereka sudah sepakat, sehingga Pertamina dan ExxonMobil harus secepatnya memanfaatkan waktu yang ada," demikian Pengamat Perminyakkan, Kurtubi yang dihubungi ANTARA dari Bojonegoro, Kamis. Menurut Kurtubi, kalau memang dalam negosiasi nantinya tidak ada kata sepakat antara Pertamina dan ExxonMobil, dan permasalahan diambilalih pemerintah, format penyelesaiannya juga harus jelas karena selama ini penyelesaian pemerintah yang bakal mengambilalih Blok Cepu juga belum jelas. "Kongkritnya bagaimana kalau diambilalih pemerintah?" kata Kurtubi dengan nada bertanya. "Indonesia sekarang ini masih butuh tambahan kilang, " lanjutnya. Bila Pemerintah memutuskan ExxonMobil sebagai operator minyak dan gas Blok Cepu, investor dari AS itu diwajibkan membangun kilang minyak di daerah sekitar, bisa di Bojonegoro, Tuban atau tempat lainnya. Polanya, lanjut Kurtubi, hasil sumur minyak Blok Cepu yang seharinya mampu memproduksi minyak mentah 170.000 barel diproses di kilang yang dibangun ExxonMobil dan selanjutnya Pertamina yang menjual hasil dikilang minyak itu. ExxonMobil selain harus bersedia membangunkan industri hulu tetapi juga hilir, sehingga menguntungkan Pertamina juga masyarakat di sekitar penghasil migas Blok Cepu. Dalam pengelolaan Blok Cepu, ExxonMobil bukanlah musuh tetapi mitra bisnis, sehingga keberadaannya harus dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Sedangkan kalau Pertaminan tetap menjadi operator dengan pola bergantian lima tahun sekali, tidak ada kontinyuitas didalam manajeman, sehingga pola operatorshift yang ideal adalah Joint Operating Commite (JOC). Yang jelas, menurut dia, sistim manajeman pengelolaan eksplorasi dan eksploitasi Blok Cepu harus tetap. Tetapi soal komandan atau orang nomor satu bisa saja bergantian. "Kalau Pertamina mau mengalah, siapapun komandannya tidak menjadi masalah sepanjang pengelolaan dilakukan secara transparan, " ujar Kurtubi. Nasionalisme Semu Sementara itu, Ketua LSM Winner Centre Bojonegoro, Syarif Usman menyatakan, nasionalisme yang digotong Pertamina menyangkut kemauannya yang ingin menjadi operator hanyalah nasionalisme semu. Justru dikhawatirkan, ngototnya Pertamina yang ingin menjadi operator tersebut, karena nantinya akan dijual ke luar. "Tidak masuk akal kalau Pertamina tidak tahu MCl, sebab di dalam MoU yang ditandatangani ada Pertamina, juga MCL (Mobil Cepu Limited)," ungkap Syarif Usman. Deva Rachman, Humas ExxonMobil Indonesia yang dihubungi terpisah menngemukakan, ExxonMobil secepatnya akan menyelesaiakan JOA Blok Cepu dengan mendukung langkah yang ditetapkan Pemerintah. "Yang jelas, kami akan menyelesaikan masalah JOA dan tidak ingin melakukan debat kusir yang tidak perlu," tutur Deva. Data yang diperoleh ANTARA, menyebutkan, pengeboran di sumur Sukowati yang sekarang ini ditangani JOB (Joint Operating Body) Pertamina-Petrochina, diperlukan dana tiga juta dolar AS per-sumurnya. Pertamina menyebutkan, dalam pengeboran sebuah sumur anggaran yang dikeluarkan ExxonMobil mencapai 11-12 juta dolar AS. Tetapi hal itu dibantah ExxonMobil, hanya diperlukan dana 4,5 juta dolar AS. Mengenai perbedaan itu, Deva Rachman menyatakan, adanya perbedaan biaya pengeboran sumur sebagaimana yang disampaikan Pertamina bahwa biaya yang dikeluarkan ExxonMobil terlalu besar tidaklah benar. Alasannya, kata Deva Rachman, sumur Sukowati di Kecamatan Kapas, Bojonegoro merupakan sumur pengembangan, sedangkan sumur Jambaran-Banyuurip Blok Cepu adalah sumur eksplorasi. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006