Jakarta (ANTARA) - Memilah sampah sebaiknya sudah mulai dilakukan dari rumah-rumah agar tidak membebani pemilahan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

Berdasarkan data Statistik Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) tahun 2007, sebagian besar TPA di Indonesia merupakan tempat penimbunan sampah terbuka (open dumping) sehingga menimbulkan masalah pencemaran pada lingkungan.

Data menyatakan bahwa 90 persen TPA dioperasikan dengan open dumping dan hanya 9 persen yang dioperasikan dengan controlled landfill dan sanitary landfill. Perbaikan kondisi TPA sangat diperlukan dalam pengelolaan sampah pada skala kota. 

TPA yang dulu merupakan tempat pembuangan akhir, berdasarkan UU no 18 Tahun 2008 diubah menjadi tempat pemrosesan akhir dan didefinisikan sebagai pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

"Masih banyak tantangan yang kita hadapi untuk membereskan masalah polusi sampah, terutama plastik, oleh sebab itu kita tidak bisa berjalan sendiri. Pemerintah dan masyarakat termasuk produsen harus bergandengan tangan mengatasi ini," kata Ujang Solihin Sidik Kasubdit Tata Laksana Produsen, Direktorat Pengurangan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam sebuah webinar pada Jumat.

Baca juga: Pembagian 1.000 anakan pohon warnai peringatan hari bumi di Maluku

Baca juga: Rayakan Hari Bumi lewat ragam dokumenter National Geographic


Senada dengan Ujang, selebritas Artika Sari Devi Ibrahim menekankan perlunya membangun kesadaran memilah sampah sedari dini dari ruang lingkup terkecil yakni keluarga.

"Saya tidak ingin mewariskan bumi yang tercemar kepada anak-anak saya," kata ibu dua orang putri tersebut.

Puteri Indonesia 2004 tersebut mengaku sudah menanamkan rasa cinta Bumi kepada kedua putrinya melalui diskusi hingga implementasi nyata.

"Awalnya saya buka dengan diskusi tentang dampak sampah plastik pada bumi kepada kedua anak saya, saya bahkan ajak mereka ke Bantar Gebang untuk melihat langsung tumpukan sampah di sana," kata dia yang bermaksud menumbuhkan empati kedua anaknya sehingga tergerak untuk memilah sampah sendiri.

"Saya bilang, dulu bertahun-tahun lalu di Jawa Barat pernah ada insiden di mana tumpukan sampah semacam ini meledak dan menelan korban jiwa karena sampah sisa konsumsi yang terbungkus dan tertumpuk plastik menghasilkan gas metana sehingga meledak, selain itu saya sampaikan bahwa gas metana bisa berkontribusi merusak lapisan ozon sehingga perubahan iklim terasa sekali dampaknya," kata dia.

Dalam kehidupan sehari-hari, kedua anak Artika yakni Abbey (12) dan Zoe (8) sudah sangat fasih memilah sampah sendiri berkat pembiasaan gaya hidup cinta lingkungan hidup yang dicontohkan Artika dan sang suami.

"Waste management adalah lifeskill yang harus saya wariskan sedini mungkin kepada anak-anak supaya mereka bisa bijak dengan sampah yang mereka hasilkan," katanya.

Artika memulai dari langkah kecil yakni mengurangi konsumsi sampah sekali pakai misalnya dengan tak lagi memakai sedotan plastik, membawa tumbler sendiri saat membeli minuman sampai membawa kantong belanja sendiri saat berbelanja.

Selain itu, Artika mengajarkan anak-anak untuk mengkonsumsi makanan secukupnya, jika terpaksa mendapatkan makanan berlebih maka dia akan mengajarkan anak untuk berbagi.

"Misalnya seperti saat jelang Lebaran seperti ini kan hampers banyak banget, itu kami pilah, ambil secukupnya yang bisa kita makan, sisanya bagi-bagi ke tetangga."

Menurut Artika, slogan membuang sampah pada tempatnya sudah tidak tepat lagi diterapkan saat ini karena sampah nyatanya tidak menghilang dengan sendirinya namun menumpuk dan menimbulkan masalah baru.

Menjalani gaya hidup lebih "hijau" bukan tanpa tantangan bagi Artika yang juga mengkompos sendiri sampah organiknya tersebut.

"Ada saja tantangannya termasuk konsistensi diri dalam melakukan semua dan ada juga cibiran orang misal lagi di luar lihat saya kok lipet-lipet kemasan dan sampah di bawa pulang, mereka komentar kok repot banget, jadi saya pelan-pelan jelaskan," katanya.

Baca juga: Pengamat dorong ubah pola investasi ke arah yang lebih hijau

Keterlibatan produsen

Di sisi lain, Ujang mengatakan perjalanan Indonesia dalam mewujudkan Indonesia Bersih Sampah 2025 masih panjang mengingat peraturan terkait hal tersebut baru saja dibentuk, salah satunya melalui Peraturan Menteri (Permen) LHK RI no. 75 Tahun 2019 mengenai Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.

Dalam aturan itu disebutkan bahwa para produsen di bidang manufaktur, jasa makanan dan minuman, dan juga ritel wajib mengurangi kemasan produk yang sulit diurai oleh proses alam, tidak dapat didaur atau digunakan ulang.

Mereka diharuskan untuk memiliki peta jalan berupa perencanaan penetapan baseline timbulan sampah hingga rencana uji coba pengurangan sampah, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, hingga laporan yang bisa dipertanggung jawabkan.

"Targetnya tahun ini kami bisa merangkul 100 produsen, sampai saat ini baru ada tiga produsen yang menyerahkan peta jalan, salah satunya Ajinomoto," kata dia.

Ajinomoto hari ini secara resmi merilis kemasan Ajinomoto MSG yang didesain ulang semula dari plastik kini menjadi kemasan kertas. Dengan langkah itu, Ajinomoto ikut berkontribusi mengatasi permasalahan penumpukan sampah plastik dengan mengurangi hingga 30 persen penggunaan material plastik di kemasannya.

Selain itu, pengurangan penggunaan material plastik juga diikuti oleh jenama Masako secara bertahap. Bukan hanya mengurangi penggunaan material plastik pada kemasan saja, namun Masako juga melakukan pengurangan plastik pada bagian header part. Gerakan Masako no inner plastic dan take out header part ini jika dibandingkan dengan kemasan sebelumnya, diklaim dapat mengurangi penggunaan plastik sebesar 8,4 persen.

"Berpegang pada nilai Ajinomoto Share Value (ASV) yang berfokus pada health and well being, food resources, dan global sustainability, Ajinomoto semakin mengembangkan diri melalui berbagai inovasi produk dan layanan. Melalui slogan globalnya “Eat Well, Live Well’, Ajinomoto terus memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia sekaligus melangkah ke arah bisnis berkelanjutan yang ramah lingkungan," kata Corporate Planning Director PT Ajinomoto Indonesia Rina Sukaesih.

Komitmen itu salah satunya diwujudkan dengan pengurangan penggunaan air hingga 35 persen di pabrik Mojokerto, Jawa Timur yang kemudian mengembangkan inisiasi pemeliharaan lingkungan melalui Peningkatan Pengelolaan Air Limbah (Waste Water Management Improvement). Bukan hanya itu, pabrik yang berada di Jawa Timur ini juga selalu menerapkan kegiatan reduce, reuse, recovery, dan recycle untuk sebagian besar aktivitas pabrik.

Sementara untuk udara yang lebih baik, Ajinomoto berpartisipasi dalam menurunkan tingkat emisi karbon di Indonesia dengan mengurangi 38.500 ton CO2 (emisi karbon) dengan mengurangi konsumsi bahan bakar seluruh transportasi di tempat kerja, memangkas penggunaan tenaga listrik, dan mengatasi kebocoran uap pada peralatan produksi.

Sisa proses produksi Monosodium Glutamate (MSG) juga dikembangkan menjadi berbagai produk alternatif, contohnya pakan ternak (Fermented Mother Liquor/FML) dan pupuk daun (AJIFOL).

Cita-cita Indonesia Bersih Sampah 2025 tinggal menghitung hari, meski perjalanan dirasa penuh tantangan namun jika seluruh pihak bergandengan tangan dan memulai dari hal paling kecil yang paling bisa dilakukan seperti memilah sampah dari rumah dan bijak konsumsi, rasanya tak mustahil mewujudkannya.

Baca juga: Warga Jakarta diajak pilah sampah peringati Hari Bumi 2022

Baca juga: Kemenkes perluas edukasi Germas melalui kemitraan Pentahelix

Baca juga: Lazada dukung praktik keberlanjutan di ekosistem perdagangan digital

Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022