Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi XI DPR Achsanul Qosasih mengatakan Kementerian Keuangan bisa meminta fatwa MA jika audit BPK atas upaya pembelian tujuh persen saham PT Newmont Nusa Tenggara yang dilakukan Pusat Investasi Pemerintah dinilai tidak sah.

"Sebaiknya Menkeu (Agus Martowardojo, red) minta fatwa MA karena ada beda tafsir mengenai UU," kata Achsanul di Jakarta, Kamis, saat ditanya BPK segera menyelesaikan audit tersebut.

Seperti diberitakan, pembelian tujuh persen saham Newmont oleh Pemerintah pusat melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP) menjadi polemik terutama perlu tidaknya meminta persetujuan DPR.

DPR akhirnya meminta BPK segera melakukan audit investigasi atas proses pembelian sisa divestasi saham Newmont tersebut.

Achsanul sendiri mengatakan bahwa dia belum mengetahui laporan audit tersebut. Namun ia mengatakan yang dapat mengatakan apakah telah terjadi pelanggaran aturan atau tidak dalam pembelian tersebut adalah setelah ada fatwa MA.

Apalagi, katanya, jika juga dilakukan audit 24 persen saham yang dibeli pemda seperti yang pernah diminta oleh Menkeu. Ditanya apakah BPK belum melakukan audit 24 persen saham yang dibeli pemda tersebut, ia mengatakan, hal itu karena masalah yang menandatangani permintaan audit tersebut.


BPK belum audit

Sebelumnya, Ketua BPK Hadi Purnomo mengatakan pihaknya belum melakukan audit divestasi 24 persen saham Newmont karena surat permohonan audit yang dilayangkan Menteri Keuangan Agus Martowardojo dinilai kurang kuat secara lembaga.

Achsanul sendiri secara tidak mempermasalahkan apakah pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang memiliki saham Newmont.

"Pemda atau pemerintah pusat, keduanya adalah pemerintah. Sepanjang itu untuk kepentingan masyarakat banyak," katanya.

Sementara itu mengenai adanya kekhawatiran 24 persen saham PT Newmont Nusa Tenggara yang dikuasai PT Multi Daerah Bersaing (MDB) akan berpindah tangan ke perusahaan asing jika sewaktu-waktu MDB gagal membayar utang, Achsanul juga memperhatikan hal tersebut.

Saham PT Daerah Maju Bersaing dikuasai Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB), Pemkab Sumbawa, serta Pemkab Sumbawa Barat (25 persen) dan PT Multicapital (75 persen).

Diberitakan, untuk membeli 24 persen saham NNT, Multicapital menggadaikan saham NNT kepada lembaga keuangan internasional bernama Credit Suisse Singapura (CSS). Dikhawatirkan lembaga itu memiliki hak untuk mengeksekusi atau menjual saham yang digadaikan jika MDB gagal bayar.

Akibat transaksi tersebut pula pemerintah daerah yang tergabung dalam MDB juga terancam tidak mendapat apa pun karena dividen dari hasil pembelian 24 persen saham NNT untuk membayar cicilan utang.

Untuk itu Achsanul mengharapkan agar Pemda yang mengendalikan perusahaan sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat.
(U002/A011)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011