... pihak yang diuntungkan hanyalah perusahaan tembakau asing raksasa dan perusahaan farmasi sponsor kampanye anti-rokok internasional WHO...
Jakarta (ANTARA News) - Berapa nilai perdagangan rokok sedunia dalam setahun? Bisa sampai 464 miliar dolar Amerika Serikat! Luar biasa sekali, hampir setengah cadangan devisa China pada posisi setahun lalu. Wajar juga jika sampai segitu karena perokok sedunia sudah 1,3 miliar orang.

Rokok bukan hanya gulungan tembakau yang dibungkus kertas dan dibakar untuk dinikmati, namun rokok ternyata sudah lebih sebagai komoditas industri yang berperan besar dalam perekonomian negara bahkan politik antarnegara.

Kondisi itu ingin disampaikan penulis buku "Kriminalisasi Berujung Monopoli: Industri Tembakau Indonesia di Tengah Kampanye Regulasi Anti Rokok" terbitan Insist Press, dalam acara bedah buku tersebut di Jakarta, Selasa.
 
"Buku ini mencoba menghadirkan konstruksi ekonomi politik dari industri rokok dan tembakau, termasuk di Indonesia yang tidak bisa dipisahkan dari kekuatan global," kata salah satu penulis buku Syamsul Hadi, pengajar ekonomi politik internasional Universitas Indonesia.
   
Ia mengatakan, pada 2012 diproyeksikan nilai pasar tembakau global akan meningkat 23 persen, mencapai 464,4 miliar dolar AS, sementara jumlah perokok di dunia diperkirakan 1,3 miliar orang pada 2010.
 
Jumlah pasar tembakau sangat besar itu menjadi rebutan banyak pemain, sebutlah industri rokok multinasional Philip Morris dan British American Tobacco (BAT) sampai perusahaan farmasi yang menjual obat anti kecanduan rokok seperti Johnson and Johnson, Pharmacia & Upjohn dan Novertis.

Ekspansi kapital dan regukan keuntungan kapitalis rokok dunia itu juga sampai ke Indonesia.
 
Philip Morris menguasai 98,18 persen saham perusahaan rokok terbesar di Indonesia, PT HM Sampoerna yang mengeluarkan merk Dji Sam Soe, A Mild, Sampoerna Kretek (sebelumnya disebut Sampoerna Hijau) dan U Mild. 

Di bawah angka itu ada BAT yang memiliki 85 persen saham perusahaan rokok keempat terbesar nasional, yaitu Bentoel Internasional Investama yang memproduksi rokok bermerek antara lain Star Mild dan NeO Mild.

"Artinya, pihak yang diuntungkan hanyalah perusahaan tembakau asing raksasa dan perusahaan farmasi sponsor kampanye anti-rokok internasional WHO. Padahal peraturan tentang rokok ini diberlakukan pemerintah secara ketat," ungkap Syamsul.

Di sisi lain, menurut Syamsul, industri rokok adalah satu-satunya industri nasional yang masih bertahan dan terintegasi secara nasional dari hulu hingga hilir dengan total 10 juta orang yang terlibat langsung dan 24,4 juta orang yang terlibat secara tidak langsung.

Penerimaan negara yang berasal dari cukai rokok tercatat Rp62,759 triliun pada 2011, sementara target pajak sektor penerimaan APBN secara umum saban tahun mencapai 75 persen; jika pada 2012 nanti Indonesia membelanjakan sekitar Rp1.100 triliun, maka sumbangan rokok bisa dihitung....

"Amerika Serikat saja memberlakukan bea masuk produk tembakau 350 persen, pemberian subsidi kepada petani tembakau hingga 203 juta dolar AS pada 2009. Larangan peredaran semua jenis rokok kecuali mentol diberlakukan. Jadi bila AS melakukan standar ganda perdagangan internasional, mengapa Indonesia tidak percaya diri untuk membuat kebijakan sendiri?" tambah Syamsul.

Artinya, menurut Syamsul ada gerakan sistematis di level nasional dan lokal mengenai kebijakan antirokok untuk memonopoli pasar tembakau maupun pasar produk antikecanduan rokok dengan mengorbankan industri tembakau nasional dan perkebunan cengkeh.

Artinya lagi, antara produser rokok kakap dunia (juga nasional) dan perusahaan antikecanduan terlibat dalam bisnis yang ambigu satu sama lain. (SDP-03)

Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011