Jakarta (ANTARA News) - Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengutuk keras pelecehan Nabi Muhammad SAW melalui pemuatan karikatur dan menganggap bahwa penghinaan tersebut tidak selesai dengan hanya meminta maaf. "Setelah berulang-ulang penghinaan serupa terjadi, dari mulai tahun 1989 dengan terbitnya buku Satanic Verses tulisan Salman Rusdi hingga saat kini dengan pemuatan karikatur Nabi Muhammad di media massa merupakan bentuk permusuhan barat terhadap umat Islam," kata juru bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto di sela-sela aksi demonstrasi HTI di Bundaran HI, Jakarta, Sabtu diikuti oleh massa yang terdiri atas ribuan orang. Ismail mengatakan, permintaan maaf saja tidak cukup karena sanksi bagi orang yang menghina Nabi Muhammad dalam syariat Islam bagi Kafir Dzimmy, Yahudi, Nasrani maupun yang lain yang menjadi rakyat negara Islam adalah hukuman mati. Kasus pelecehan Islam melalui pemuatan kartun ini tidak dapat dilepaskan dari perang peradaban yang mereka lakukan, buktinya kartun itu mendudukkan Nabi Muhammad sebagai penebar bom, demikian pengunjukrasa. Pemuatan kartun itu adalah sebuah kesengajaan karena dalam Islam tidak diperkenankan mencitrakan sosok Nabi Muhammad apalagi dilecehkan lewat karikatur. Pihak koran Jylland Posten tidak pada tempatnya memuat karikatur tersebut dengan meskipun dengan dalih bahwa umat non Muslim tidak harus mengikuti aturan tersebut. "Mereka ingin memancing kemarahan untuk mengetahui sejauh mana komitmen kami (umat Islam) terhadap Nabi dan Islam," kata Ismail. Kasus penghinaan Islam dan Rasulullah SAW terjadi berulang-ulang, bahkan satu jajak pendapat menunjukkan 79 persen warga Denmark berpendapat Perdana Menteri Fogh Rasmussen tidak perlu minta maaf dan 62 persen responden menyatakan bahwa surat kabar juga tidak perlu meminta maaf. Ismail mencontohkan pengulangan penghinaan itu di antaranya pada September 1994 film True Lies yang menggambarkan Islam pimpinan Abdul Aziz sebagai teroris yang memimpin organisasi "Terror Crimson Jihad", pada bulan Juli 1997 wanita Yahudi Israel membuat dan menyebarkan 20 poster di antaranya seekor babi yang mengenakan kafiyeh ala Palestina, ada lagi kafiyeh yang mencantumkan tulisan berbahasa Arab dan Inggris berupa kata "Muhammad" dan gambar babi yang sedang menulis di atas kertas bertuliskan Al Quran. Aksi di Bundaran HI itu diikuti oleh ribuan orang dengan membawa poster dan spanduk bertuliskan "Kafir Barat Tidak Akan Berhenti Menghina Nabi Muhammad, Kecuali Setelah Khilafah Islam", "Hanya dengan Khilafah Orang Kafir Tidak Akan Menghina Nabi Muhammad dan Islam" dan lain sebagainya. Massa yang mengenakan ikat kepala dengan tulisan huruf Arab "Laa Ilaaha Illallaah Muhammadur Rasulullah" berada tepat di depan Plaza Indonesia. Mereka melakukan aksi secara damai dan tidak anarkis dengan membagi-bagikan selebaran kepada para pengguna jalan yang melintas di Bundaran HI, sementara Ismail membacakan pernyataan sikap berjudul "Mengutuk Keras Pelecehan Nabi Muhammad". Dalam pernyataan tersebut Ismail menyatakan bahwa pemuatan karikatur oleh Jylland Posten pada September 2005 lalu dikaitkan dengan Tragedi WTC 9/11. Akibat aksi mereka kondisi lalu lintas menjadi tersendat meski puluhan aparat tampak sibuk mengatur arus lalu lintas di sekitar lokasi.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006