Mataram (ANTARA News) - Forum Kawasan Timur Indonesia (KTI) wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) mendorong peningkatan adaptasi perubahan iklim agar terhindar dari berbagai dampak iklim ekstrim.

"Kami berkumpul untuk mendiskusikan berbagai hal yang bersifat mendorong peningkatan adaptasi perubahan iklim, ," kata Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) Forum Kawasan Timur Indonesia (KTI) Wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), Husni Muadz PhD, usai diskusi praktik cerdas, di Mataram, Sabtu.

Diskusi praktik cerdas itu digelar Forum KTI Wilayah NTB di Kampus Universitas Mataram (Unram) yang dihadiri anggota forum dari berbagai elemen.

Forum KTI beranggotakan para pembaharu dari kalangan pemerintah daerah, perwakilan pemerintah pusat, legislatif, akademisi, LSM, sektor swasta, organisasi masyarakat, dan mitra pembangunan internasional.

Kegiatan Forum KTI bersifat independen dan terbuka yang secara aktif mendorong dan mengembangkan kemitraan para pihak, serta mendorong inovasi sosial dalam menjawab tantangan pembangunan.

Husni mengatakan, anggota Forum KTI Wilayah NTB itu tengah berupaya menghimpun beragam ide yang dapat dilakukan untuk menjawab dampak perubahan iklim terutama dalam skala lokal.

"Kami berupaya mengomunikasikan berbagai hal yang dapat ditempuh dalam menghadapi tantangan pembanguan di kawasan timur Indonesia seperti adanya perubahan iklim yang tentunya menimbulkan beragam dampak seperti banjir, kekeringan dan bencana lainnya," ujarnya.

Dari berbagai diskusi dan komunikasi dengan berbagai pihak itu, kata Husni, akan dilahirkan beragam pandangan yang kemudian dikemas dalam bentuk rekomendasi yang ditujukan kepada pemerintah maupun masyarakat dan pihak terkait lainnya.

Sementara itu, Koordinator Jaringan Peneliti pada Forum KTI Wilayah NTB, Dr Ahmad Zaini MA, yang juga hadir dalam diskusi praktik cerdas itu, mengatakan bahwa masyarakat juga memiliki cara-cara tersendiri dalam menghadapi berbagai persoalan termasuk dampak perubahan iklim.

Cara itu antara lain mencegah penebangan hutan secara sepihak, dan berupaya memelihara sumber-sumber mata air.

Namun, seringkali cara-cara lokal itu menjadi tidak efektif ketika dipengaruhi oleh pola-pola yang ditawarkan pihak tertentu yang mengklaim mampu mengelola kawasan hutan agar terhindar dari dampak negatif.

Ia menyontohkan, adanya forum komunikasi di kawasan hutan lindung Sesaot, Kabupaten Lombok Barat, yang mencoba memelihara kawasan hutan dengan menerapkan pola baru yang justru berdampak negatif terhadap kelestarian hutan," ujarnya.

"Mereka jaga hutan, tetapi ada kebijakan agar bisa memanfaatkan limbah hutan, malah timbul kesan adanya kerusakan hutan karena ada aksi penggundulan hutan untuk pemanfaatan limbah," ujar Ahmad yang kesehariannya menjabat Direktur Pusat Penelitian Kependudukan dan Pembangan, di Universitas Mataram (Unram).

Persoalan tersebut, kata dosen Fakultas Peternakan Unram itu, perlu diluruskan sehingga masyarakat perlu didorong untuk melakukan upaya-upaya nyata yang mengarah kepada peningkatan kesejahteraan tanpa merusak ekosistem hutan.

Demikian pula, dorong terhadap pemerintah daerah agar tanggap dan responsif terhadap persoalan di masyarakat, terutama yang berkaitan dengan dampak perubahan iklim.

"Terbitkan regulasi, misalnya. Ada rencana yang jelas yang perlu dilakukan oleh masing-masing SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Rekan-rekan peneliti dan LSM terus berupaya mendorong regulasi itu, tetapi sampai sekarang mana," ujarnya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011