Bandung (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK tetap pada tuntutannya yakni terdakwa perkara korupsi yang juga Wali Kota Bekasi non aktif Mochtar Mohammad (MM), terbukti secara sah telah melakukan tindak pidana korupsi dan menuntut hukuman 12 tahun penjara.

"Kami memohon kepada Majelis Hakim untuk menolak semua pembelaan terdakwa karena terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tidak pidana korupsi," kata JPU I Ketut Sumadane saat membacakan berkas Replik di Ruang Kresna Gedung Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis.

Pihaknya juga meminta kepada Majelis Hakim untuk mengabulkan semua tuntutan yang telah diajukan JPU sebelumnya yakni hukuman 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp300 juta.

"Pada intinya kami menolak semua pledoi yang diajukan oleh terdakwa. Karena sudah banyak pengulangan fakta-fakta persidangan yang diabaikan. Dan kami kembali pada tuntutan," kata I Ketut.

Ia menegaskan, bahwa pihaknya yakin dari tiga dakwaan yang telah dibacakan sebelumnya akan terbukti atas dasar fakta-fakta persidangan.

"Penyuapan yang dilakukan terdakwa itu ada tiga yaitu penyuapan DPRD, penyuapan tim BPK, dan yang ketiga belum sempat dilakukan dia tapi sudah ada upaya-upaya pengumpulan dana untuk penyuapan kepada tim pemeriksa Adipura," ujar I Ketut.

Menurutnya, sebagai tim penuntut umum, pihaknya berkeyakinan bahwa semua dakwaan itu terbukti. Karena sudah jelas banyak fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.

"Sudah jelas-jelas uang dicolong sebesar Rp639 juta. Semua dakwaan kami yakin, dan kami ga mau setengah-setengah. Dan sudah digambarkan secara gamblang di Replik yang kami ajukan," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya berharap Majelis Hakim dapat mengabulkan sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

Menyikapi replik JPU tersebut Penasihat Hukum terdakwa yakni Sirra Prayuna mengatakan bahwa semua dakwaan dan tuntutan dari jaksa hanya berdasarkan asumsi.

"Mengapa, karena dalam dakwaan pertama Pasal 2 ayat 1 mengenai kegiatan wali kota untuk audiensi. Kalau kita konstruksikan kembali fakta-fakta persidangan jelas saudara Dinar Faisal Badar mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan audiensi itu terlaksana. Jadi dokumennya yang fiktif bukan kegiatannya," ujar Sirra.

Sementara itu, Ketua Majelis Hakim Azharyadi yang memimpin persidangan ini, memutuskan untuk melanjutkan persidangan pada hari Senin (26/9).


Hukuman

 
Hukuman berat harus diberikan kepada para koruptor yang terbukti bersalah agar Indonesia bisa terbebas dari budaya korupsi. Karena jika tidak, budaya merusak dan merugikan tersebut bisa mengancam kedaulatan negara dan keadilan sosial di tengah-tengah masyarakat, kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menanggapi proses hukum yang sedang dijalani Walikota Bekasi nonaktif Mochtar Muhammad (MM), di Jakarta, Kamis.

"Jika terbukti bersalah, para koruptor harus diganjar hukuman minimal sembilan tahun penjara. Ini juga sekaligus sebagai efek jera bagi mereka yang coba-coba melakukan tindak korupsi. Dan tidak ada pemberian remisi sama sekali untuk para koruptor. Mereka harus menerima ganjaran hukuman atas perbuatannya yang telah merugikan bangsa dan negara. Selanjutnya, harta kekayaan milik koruptor disita oleh negara untuk untuk kepentingan sosial kemasyarakatan," kata Boyamin.

Terkait proses persidangan yang sedang dijalani Mochtar Muhammad di PN Tipikor Bandung, Jawa Barat, Boyamin menegaskan harus ada kewaspadaan. Karena bagi Boyamin, PN Tipikor Bandung memiliki catatan yang kurang bagus dengan memberikan vonis bebas dua kepala daerah yang disidang di PN Tipikor Bandung. Yakni Bupati Subang nonaktif Eep Hidayat dan Wakil Walikota Bogor Ahmad Ruhiyat.

"Itu catatan buruk bagi PN Tipikor Bandung. Bagaimana mungkin peradilan Tipikor yang seharusnya menegakkan kasus tindak pidana korupsi, malah membebaskan terdakwa korupsi," kata Boyamin. 

(U.KR-ASJ/Y003)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011