Davos, Swiss (ANTARA News) - Perhatian dalam Forum Ekonomi Dunia tahun ini yang baru saja berlangsung pada umumnya tertuju pada India dan China, namun Indonesia, dengan populasi 220 juta jiwa dan negara berpenduduk terbesar keempat di dunia, memiliki potensi besar untuk menjadi Macan Asia berikutnya. Namun demikian, negara itu mengalami berbagai masalah yang harus diselesaikannya. Pemboman Bali, korupsi yang merejalela dan tsunami yang meluluhlantakkan wilayah Nanggroe Aceh Darusalam dan dampak dari krisis finansial Asia pada 1997 telah menyebabkan kemunduran besar dalam ekonomi. Kantor berita DPA berhasil mewawancara Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu di sela-sela forum untuk mencari tahu apa yang dilakukan Indonesia untuk mengejar ketertinggalan dengan pesaingnya sesama negara berkembang. "Terorisme dan korupsi adalah dua isu utama, dan terutama sekali bagaimana orang asing memandang negara kami," kata Mari. "Namun begitu, kami mencapai kemajuan besar di kedua sektor." "Kami telah menangkap otak pemboman di Bali dan kami masih mengepung sel-sel teroris," ujarnya. "Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi merupakan dasar untuk mengurangi terorisme." Mari merasa bahwa korupsi merupakan masalah yang bahkan lebih besar dan menahan negara kami untuk maju, namun mengemukakan bahwa pemerintah telah berbuat banyak untuk mengatasi korupsi. "Ada lebih dari 100 orang dipenjara akibat korupsi: para antan menteri, gubernur, kepala daerah," katanya. "Kendatipun begitu, ini bukan fitnah dan kami akan mengusut setiap kasus secara seksama." Mulai menuai hasil Menurut menteri pedagangan itu, langkah tersebut kini mulai memperlihatkan tanda-tanda menuai hasil. "Kami mengalami pertumbuhan perdagangan yang tinggi dengan China, India dan Korea Selatan dan negara-negara ini akan menjadi pasar baru kami," katanya. Tanda-tanda pemulihan sudah terlihat: ekspor mencapai rekor sepanjang masa dengan nilai 85 miliar dolar pada 2005 dan utang pemerintah menurun. Utang pemerintah adalah indikator yang baik untuk mengetahui seberapa parah krisis menghantam Indonesia. Pada 1996 utang hanya mencapai 20 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), namun setelah krisis utang membumbung lebih dari 100 persen. Kini utang hanya 49 persen dari PDB dan diprediksi akan menurun menjadi 34 persen pada 2009. Para menteri menyatakan bahwa tujuan jangka pendek adalah membawa kinerja ekonomi kembali ke level sebelum krisis, dan bagian dari strategi itu adalah memperluas perdagangan regional. Manfaatkan China Kendatipun para menteri melihat China sebagai pesaing langsung, Mari mengemukakan bahwa Indonesia merencanakan akan memanfaatkan pertumbuhan pesat adikuasa ekonomi yang baru tumbuh itu bagi keuntungannya. "Kami tidak akan bersaing secara berhadapan-hadapan," katanya. "China membutuhkan minyak, gas dan mineral kami. Kami telah menandatangani persetujuan perdagangan bebas dengan China. Indonesia memiliki banyak lapangan gas yang belum dieksplorasi, katanya, dan ini akan dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan ekspor. Mari juga menyatakan bahwa Indonesia ingin menjadi bagian dari pusat produksi regional, dan mengungkapkan potensi dalam manufacturing capacity tinggi. "Kami tidak memiliki kapasitas yang sama seperti India, China atau Singapura, namun itu tidak berarti kami tidak mempunyai potensi," katanya. "Para pengusaha manufaktur kini mendiversifikasi sumber mereka, dan Indonesia harus memainkan perannya di sektor ini," katanya, seraya menambahkan bahwa Indonesia sudah membuktikan dirinya dengan memproduksi bagian-bagian boneka Barbie, sedangkan China masih bergulat dengan SARS. Mari juga mengemukakan bahwa pertumbuhan domestik akan dirangsang, dengan menunjuk bahwa hanya 10 persen penduduk memiliki ponsel sebagai contoh bagi potensi itu. Jadi pemain utama Energi merupakan tema besar lainnya di Davos, dengan kecemasan tertuju pada meningkatnya permintaan energi dari negara-negara berkembang, namun Mari menyatakan Indonesia juga berusaha untuk melindungi lingkungan. "Kami telah merumuskan strategi energi," katanya. "Hal pertama yang kami lakukan pada tahun lalu adalah menaikkan harga BBM dua kali: pertama dengan 30 persen dan kedua dengan 100 persen." "Kami juga menoleh ke sumber-sumber energi alternatif: Kami melakukan eksperimen dengan teknologi biomassa dan berharap akan menggunakan sebanyak mungkin teknologi ini," katanya. Dengan sistem investasi yang sudah terbuka dan undang-undang baru yang diharapkan akan disahkan akan membuat Indonesia bahkan lebih atraktif, Mari merasa yakin Indonesia pada akhirnya akan duduk di tempatnya yang menjadi haknya. "Kami tak berhasrat menjadi sebesar China, namun tentu saja ingin menjadi pemain utama di Asia Tenggara," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006