Kuwait City (ANTARA News) - Deputi Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Ade Adam Noch berdialog dengan para tenaga kerja Indonesia yang berada di rumah singgah Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuwait.

Peninjauan ke tempat penampungan TKI yang dinamakan "transit house" atau rumah singgah itu dilakukan setelah Deputi Penempatan BNP2TKI Ade Adam Noch bertemu dengan Duta Besar RI untuk Kuwait, Ferry Adamhar, di kantor Kedubes RI setempat, Kamis siang waktu setempat.

Dalam kesempatan tersebut, Ade Adam Noch yang didampingi Dubes Ferry Adamhar sempat berdialog dengan beberapa TKI yang mengalami masalah hingga terpaksa memilih lari dari majikan dan meminta perlindungan di Kantor KBRI Kuwait.

Salah satu TKI yang diajak berdialog bernama Nengsih binti Saria, TKI asal Kampung Sadang, Kecamatan Ciparang, Kabupaten Bandung, Jabar. Nengsih mengaku sudah sebelas tahun bekerja di Kuwait dan tidak pernah diizinkan pulang ke Tanah Air oleh majikannya.

Menurut Nengsih, selama beberapa tahun gajinya tidak dibayarkan oleh majikannya yang cerewet, sehingga dirinya memilih lari dari rumah majikan. sebelum bekerja di Kuwait, Nengsih juga pernah lima tahun bekerja di Arab Saudi.

Ibu dua anak itu mengaku kangen dengan anak keduanya yang ditinggalkan ketika berumur satu tahun dan kini sudah sebelas tahun tidak bertemu.

Kepada Ade Adam Noch dan Dubes Ferry Adamhar, Nengsih mengaku tidak akan kembali lagi menjadi TKI di luar negeri dan memilih tinggal bersama keluarganya.

Sedangkan Deputi Penempatan BNP2TKI Ade Adam Noch mengingatkan para TKI tersebut untuk memantapkan niat, mental dan tekad yang sungguh-sungguh, serta membekali diri dengan keterampilan, jika ingin berangkat ke luar negeri sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT).

"Saya harap kalian punya pengalaman untuk diceritakan kepada kawan-kawan di kampung dan keluarga, bahwa ada resiko kalau kerja di negara orang. Kalau tidak siap ya mending di kampung saja," katanya.

Selain itu, ia juga meminta kepada para TKI agar mematuhi seluruh peraturan yang telah ditetapkan pemerintah.

Dalam kesempatan tersebut, para TKI juga mengucapkan rasa terima kasihnya kepada pihak KBRI yang telah memberi mereka makan, fasilitas dan pelayanan yang baik di "transit house" KBRI.

Sementara itu, Dubes Ferry Adamhar mengatakan, sebelumnya tempat penampungan TKI di KBRi pernah menampung sebanyak 600-an orang pada 2010, namun terus-menerus berkurang dan hingga kini hanya sekitar 62 TKI.

KBRI, katanya, juga menjadikan tempat penampungan (shelter) itu menjadi "transit house" atau rumah singgah yang layak huni bagi para TKI.

Berbeda dengan sejumlah tempat penampungan TKI di sejumlah negara, "transit house" di KBRI Kuwait cukup bersih dengan fasilitas yang memadai seperti tempat tidur tingkat, mesin cuci dan pengering, tempat makan layaknya restoran, dapur, loker, dan makan sebanyak tiga kali yang menunya dipilih dan dimasak sendiri oleh para TKI.

Pihak KBRI, kata Ferry, juga memberi kesempatan para TKI untuk menelepon keluarganya dua minggu sekali agar keluarganya di Indonesia mengetahui kondisinya.(*)
(T.A041/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011