Medan (ANTARA News) - Pemerintah agaknya telah kecolongan tentang pengaturan hak mengenai frekuensi di wilayah perbatasan (border) dalam melakukan perjanjian dengan negara-negara tetangga. Kasus itu terungkap dalam acara "Talk Show" Aspirasi Merah Putih dengan topik "RRI Dibelantara Persaingan Media" yang diselenggarakan RRI Cabang Madya Medan dan disiarkan secara nasional, Sabtu dinihari. Dalam acara itu tampil sebagai nara sumber Dirut Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI, Parni Hadi, Ketua PWI Cabang Sumut, Muchyan AA, Tokoh Pers Sumut, Mohd.Yazid dan Ketua KPID Sumut, HR Danan Djaya. Secara khusus kasus itu terungkap setelah seorang pendengar RRI di Singapore menyampaikan pertanyaan dan mengeluhkan sulitnya menangkap siaran RRI di negara Pulau itu pada siang hari dan bagaimana langkah RRI ke depan agar siarannya juga bisa ditangkap pada siang hari. Sehubungan itu, penanya menyarankan agar RRI membangun studio di Batam atau memperkuat pemancarnya hingga siarannya bisa ditangkap di negara tetangga tersebut. Parni Hadi yang biasa tampak tangkas dalam berdiskusi dan cepat menangkap esensi persoalan dalam talk show di radio maupun layar kaca kelihatan terdiam sejenak sebelum memberikan tanggapan. Ia mengatakan, masalah frekuensi ini mungkin luput dari perhatian pemerintah ketika membicarakan masalah perbatasan darat, laut maupun kewenangan udara sehingga pihak negara tetangga bisa leluasa menguasai frekuensi di wilayah border. Muchyan AA menimpali bahwa di daerah asalnya Asahan maupun Labuhan Batu masyarakat memang lebih mengenal nama pemimpin Malaysia dibanding Presiden Indonesia, karena mereka selalu mendengar mapun menonton siaran asing, negara tetangga. Ketua KPID Sumut, Danan Djaya seuasai acara "talk Show" menilai kasus tersebut adalah masalah serius, tetapi masih luput dari perhatian pemerintah dan pihak-pihak terkait. Kasus ini tidak obahnya dengan kebijakan mengatur lalulintas udara di wilayah udara kepulauan Riau, seperti Batam, dimana izin dan pengaturan pendaratan pesawat di Bandara Hang Nadim diatur ATC Bandara Changi, Singapore, ujarnya. Mengenai kaitan dengan penyiaran asing, mantan Ketua PWI Cabang Sumut, Mohd.Yazid mengatakan bahwa RRI perlu melakukan antisipasi dengan cermat siaran relay yang dilakukan radio-radio luar negeri bekerjasama dengan radio di Indonesia, RRI tentu bisa melakukan hal yang sama ke luar negeri, namun setiap stasiun RRI di Indonesia harus memiliki kebijakan standar dalam penyiaran dan operasionalnya, ujar Yazid.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006