Mataram (ANTARA News) - Seorang lagi pengurus inti Pondok Pesantren Khilafiah Umar Bin Khatab di Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, yang teridentifikasi terlibat tindak pidana terorisme, menyerahkan diri kepada kepolisian.

"Tadi ada seorang lagi yang menyerahkan diri, inisialnya F tapi masih di Bima belum dibawa ke Mataram," kata Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) Brigjen Polisi Arif Wachyunadi, di Mataram, Senin petang, usai meninjau kondisi Ustadz Abrori selaku pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Umar Bin Khatab yang tengah diperiksa di Mapolda NTB.

Ustadz Abrori juga menyerahkan diri dengan cara menginformasikan keberadaannya di kediaman orangtuanya, kepada aparat kepolisian pada pada Jumat (15/7) sekitar pukul 13.00 Wita atau seusai salat Jumat, kemudian dijemput dan dibawa ke Mapolda NTB di Mataram pada Sabtu (16/7).

Sehari sebelumnya, polisi mengamankan tujuh orang tersangka terkait kasus ledakan bom rakitan Pondok Pesantren Khilafiah Umar Bin Khatab di Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, 11 Juli lalu.

Sebagian dari ketujuh orang itu merupakan pengurus dan santri di Ponpes Umar Bin Khatab, dan sanak keluarga penghuni ponpes.

Setelah diperiksa, penyidik Polda NTB menetapkan ketujuh orang itu sebagai tersangka tindak pidana terorisme, yang dijerat Pasal 13 B Undang Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Pasal 13 B dalam UU tersebut menyebutkan seseorang menyebarkan kebencian yang dapat mendorong orang, memengaruhi orang atau merangsang terjadinya terorisme dapat dikenakan dipidanakan paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun.

Ketujuh tersangka tindak pidana terorisme itu yakni Mustakim Abdullah (17) berstatus pelajar asal Desa O`o, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu, Rahmat Ibnu Umar (36) swasta asal Desa Talabiu, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, M. Yakub (26) kondektur bemo asal Desa Waro, Kecamatan Woja, Kabupaten Dompu.

Berikutnya, Rahmat Hidayat (22) swasta asal Desa O?o, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu, Zulkifli (23) tani yang juga berasal dari Desa O?o, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu, Muslimin Talib (38) guru asal Desa Woja, Kecamatan Woja, Kabupaten Dompu., dan Sahrir H. Manhir (23) pengendara ojek asal Desa O?o, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu.

Dengan demikian, Polda NTB sudah menetapkan delapan orang tersangka tindak pidana terorisme, termasuk Ustadz Abrori selaku pimpinan Ponpes Umar Bin Khatab di Bima itu.

Menurut Brigjen Arif, masih ada sejumlah pengurus dan mantan santri yang dalam incaran polisi, karena teridentifiksi memiliki keterkaitan dengan benda-benda yang ditemukan polisi saat penggerebekan ponpes itu, pada Rabu (13/7) sore.

Saat penggerebekan Ponpes Umar Bin Khatab Bima itu, polisi tidak menemukan seorang pun pengurus dan para santri dalam ponpes itu, namun polisi menemukan sejumlah bahan peledak dan benda berbahaya lainnya.

Polisi menemukan sembilan buah bom molotov yang dirakit menggunakan botol, 30 batang anak panah, dua unit perangkat utama komputer (CPU) dan satu unit printer, dan sepucuk senapan angin.

Polisi juga menemukan sebilah pedang, sebilah golok, sebilah kapak, satu unit telepon genggam (HP), satu peti Al Quran, dan selembar kaos/rompi seragam laskar Jamaah Anshory Taudid (JAT), puluhan keping VCD jihad dan sejumlah bahan perakit bom seperti kabel, solder dan korek api.

Penggerebekan Ponpes Umar Bin Khatab itu dilakukan pada hari ketiga setelah ledakan bom rakitan di ponpes itu, karena upaya polisi dihalang-halangi pengurus dan para santri serta mantan santri, serta adanya dugaan bahan peledak di pintu masuk ponpes itu.

Ledakan bom rakitan di salah salah satu ruangan dalam Ponpes Khilafiah Umar bin Khatab, itu terjadi pada Senin (11/7) sekitar pukul 15.30 Wita, yang menewaskan seorang pengurus ponpes yakni Suryanto Abdullah alias Firdaus.

"Masih ada, dan itu akan disikapi. Nanti kita lihat perkembangannya," ujar Arif.

(ANTARA/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011