Selama ini upaya memulangkan pelaku tindak pidana yang melarikan diri ke Singapura maupun transit di Singapura kandas karena ....
Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan pemerintah terus berkomunikasi dengan DPR RI agar proses ratifikasi perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura segera diselesaikan.

"Pemerintah akan mendorong percepatan proses ratifikasi. Kami percaya seluruh pihak akan memiliki pandangan yang sama," kata Menkumham Yasonna H. Laoly di Jakarta, Rabu.

Keyakinan itu disampaikan Yasonna mengingat besarnya manfaat yang akan diperoleh Indonesia dalam upaya mengejar pelaku tindak pidana.

Perlu dipahami, kata dia, selama ini upaya memulangkan pelaku tindak pidana yang melarikan diri ke Singapura maupun transit di Singapura kandas karena tidak adanya perjanjian bilateral kedua negara.

Perjanjian ekstradisi pada pokoknya ialah perjanjian yang mengatur tata cara penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu tindak pidana oleh suatu negara.

Perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura ditandatangani Yasonna Laoly dan Menteri Dalam Negeri serta Menteri Hukum Singapura K. Shanmugam di Bintan, Kepulauan Riau beberapa waktu lalu.

Meskipun perjanjian ekstradisi ditandatangani bersamaan dengan perjanjian Flight Information Region (FIR) dan Defense Cooperation Agreement (DCA), kata Guru Besar Ilmu Kriminologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian tersebut, masing-masing perjanjian tetap memiliki alur negosiasi serta proses ratifikasi sendiri-sendiri.

Bentuk kejahatan yang disepakati untuk dapat dijadikan dasar ekstradisi juga diatur dalam perjanjian tersebut. Sesuai dengan hasil kesepakatan, perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura mencakup 31 tindak pidana, di antaranya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme serta korupsi.

Tidak hanya itu, perjanjian ini juga bersifat dinamis karena kedua negara sepakat untuk menggunakan prinsip open ended dalam menentukan jenis tindak pidana yang dapat diekstradisi. Hal ini merupakan upaya mengantisipasi kejahatan lainnya pada masa mendatang yang disepakati kedua pihak sehingga mekanisme ekstradisi dapat tetap dilaksanakan.

Selain itu, dengan memanfaatkan ketentuan retroaktif (berlaku surut) yang diperpanjang menjadi 18 tahun, ekstradisi masih dapat dimohonkan untuk mereka yang melakukan tindak pidana tersebut pada masa lampau.

Baca juga: Perjanjian ekstradisi permudah Jampidsus buru 247 buronan

Baca juga: Puan: Perjanjian ekstradisi kuatkan komitmen penegakan hukum

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022