Jakarta (ANTARA News) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai putusan Mahkamah Agung soal Prita Mulyasari, terdakwa pencemaran nama baik RS Omni Internasional, tidak memiliki semangat perlindungan anak.

"Harusnya putusan tersebut memperhatikan pertimbangan terhadap perlindungan anak," kata Wakil Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh di Jakarta, Senin.

Dikatakannya, salah satu prinsip perlindungan anak adalah memberikan yang terbaik bagi anak. Dalam konteks keluarga, pada masalah yang tidak serius, integrasi keluarga harus jadi variabel.

Oleh karena itu, lanjut Niam, putusan Mahkama Agung seharusnya mempertimbangkan kondisi Prita yang merupakan ibu dengan anak-anak yang menjadi tanggungannya.

Putusan hukum, kata Niam, tidak hanya mempertimbangkan pasal-pasal secara verbal, tetapi juga harus mempertimbangkan variabel lain seperti rasa keadilan, pertimbangan kondisi terdakwa, juga kondisi anak.

"Harusnya putusan juga mempertimbangkan akibat hukum," kata akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Menurut Niam, putusan tersebut hanya bisa dibaca sebagai penegasan matinya rasa keadilan dalam penegakan hukum.

"Hukum didikte oleh kekuatan modal dan galak pada orang lemah," katanya.

KPAI, kata Niam, segera melakukan langkah untuk memberikan perlindungan terhadap anak-anak Prita agar tumbuh kembangnya tidak terganggu.

KPAI juga sedang berkoordinasi dengan Komisi Yudisial untuk membicarakan kemungkinan mengadukan indikasi kenakalan hakim.

Majelis kasasi MA dalam putusan perkara nomor 822/K/PID.SUS/2010 membatalkan vonis bebas bagi Prita. Putusan tersebut mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum.

Terkait kasus pencemaran nama baik itu, Prita mendapatkan vonis hukuman enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun.(*)
(T.S024/K005)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011