Saya sangat berharap agar tidak ada eksekusi dalam proses hukum bila memang ada panggilan. Karena itu akan menggangu psikologis keluarga dan anak.
Tangerang (ANTARA News) - Prita Mulyasari (34), terdakwa kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni Serpong, Tangerang Selatan, Banten, meminta agar tidak adanya eksekusi terhadap dirinya karena dinilai akan menganggu psikologis keluarga dan ketiga anaknya.

"Saya sangat berharap agar tidak ada eksekusi dalam proses hukum bila memang ada panggilan. Karena itu akan menggangu psikologis keluarga dan anak," Prita Mulyasari ditemui dikediamannya di Jalan Kucica III No 3 RT 02/RW 11 Blok JG 8, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Minggu.

Pernyataan tersebut terkait informasi yang beredar bahwa Prita akan dieksekusi JPU Sabtu malam ini untuk menjalani sisa masa hukuman.

Prita juga meminta agar proses eksekusi tidak dilakukan. Karena dirinya khawatir akan menganggu psikologis keluarga dan ketiga anaknya.

Oleh karena itu, Prita meminta agar ada musyawarah dalam penyelesaian kasus ini. Bukan dengan membawa dirinya secara paksa.

"Saya akan mengikuti proses hukum termasuk bila nanti di panggil Kejari. Tapi, tidak dengan membawa secara paksa," katanya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Tangerang, Riyadi menyatakan pula bila belum menerima salinan putusan dari Mahkamah Agung tentang Prita Mulyasari.

Menurut Riyadi, jika salinan putusan dari MA itu diterima, berarti ada perintah untuk melaksanakan hukuman bagi Prita termasuk melaksanakan eksekusi.

Perlu diketahui, Mahkamah Agung telah mengabulkan kasasi jaksa terhadap keputusan PN Tangerang yang telah memvonis bebas Prita atas kasus pencemaran nama baik RS Omni pada tahun 2009.

Dalam persidangan, Prita dituntut enam bulan penjara oleh jaksa tapi setelah proses panjang, Prita dibebaskan dari dakwaan dan kewajiban membayar denda Rp204 juta kepada RS Omni.

Selain itu, dalam situs MA, keputusan dikabulkannya kasasi jaksa, terdaftar dengan nomor register 822 K/PID.SUS/2010.

Tak hanya itu, pada situs tersebut, MA menyatakan vonis diputus pada 30 Juni 2011 oleh Ketua Majelis Hakim Zaharuddin Utama, dua hakim anggota Salman Luthan dan Imam Harjadi, serta panitera pengganti Tety Setiawati Siti Rochmat. Putusan dibuat berdasar surat pengajuan kasasi bernomor W29.U4/55/HN.01.11/III/2010 yang masuk ke MA pada 12 April lalu.

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011