Mamuju (ANTARA News) - Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) menilai DPRD Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat dinilai mengabaikan dan tidak serius dalam mempercepat penyelesaian sengketa lahan perusahaan sawit dengan suku terasing.

"Hingga kini Pansus DPRD Kabupaten Mamuju Utara yang dibentuk untuk menyelesaikan masalah sengketa lahan antara perusahaan sawit PT Astra Pasangkayu dengan suku terasing yakni suku Bunggu, belum bekerja," kata Koordinator Lingkungan Hidup Dewan Pimpinan Daerah (DPD) LIRA Kabupaten Mamuju Utara, Amiruddin Dahlan di Mamuju, Selasa.

Ia mengatakan, belum ada hasil kerja nyata yang diperlihatkan dari pansus DPRD Mamuju Utara terhadap penyelesaian sengketa lahan tersebut, padahal sebelumnya DPRD Mamuju Utara sudah berjanji akan menyelesaikan secara tuntas sengketa lahan itu.

Oleh karena itu ia menilai DPRD Mamuju Utara , setengah hati dalam menyelesaikan masalah itu, dan kasus sengketa lahan tersebut masih belum jelas penyelesaiannya, sehingga membuat nasib suku Bunggu yang sangat ingin kembali ke lahannya yang kini di kuasai PT Pasangkayu juga belum jelas.

"Mestinya dewan pro aktif menyelesaikan sengketa lahan ini, dan tidak membiarkannya berlarut larut, karena suku bunggu secara resmi juga telah meminta DPRD Mamuju Utara untuk menjadi mediator penyelesaian sengketa lahan tersebut,"katanya.

Meski begitu ia tetap berharap agar pansus DPRD Mamuju Utara dapat tetap bekerja menyelesaikan sengketa lahan antara suku bunggu dengan PT Pasangkayu.

"Mesti diperjelas agar ada hasil yang baik, dari sengketa lahan ini, peran DPRD sebagai wakil rakyat sangat dibutuhkan atas sengketa lahan ini, agar tidak ada pihak yang bersengketa yang merasa dirugikan dari konflik lahan ini,"katanya.

Sebelumnya kata dia, PT Astra Pasangkayu dituding telah mengusir suku Bunggu dari tanahnya. Suku tersebut memiliki budaya hidup menetap di atas pohon, namun diusir PT Astra Pasangkayu yang merupakan anak perusahaan PT Astra Group salah satu perusahaan terbesar di Sulbar yang beroperasi di Kabupaten Mamuju Utara sejak tahun 1991.

"Masyarakat Suku Bunggu diusir dari tanahnya dengan cara tanahnya dirampas PT Astra Pasangkayu sehingga masyarakat Suku Bunggu meninggalkan tanah ulayatnya," kata Amiruddin Dahlan.

Menurut dia, tanah ulayat masyarakat adat Bunggu yang kini telah dikuasai PT Astra Pasangkayu seluas 500 hektare, kini telah berubah menjadi sebuah desa yakni Desa Martasari, Kecamatan Pasangkayu, Kabupaten Mamuju Utara.

Ia mengatakan, masyarakat Suku Bunggu kemudian mengadukan nasib mereka ke DPRD Mamuju Utara agar tanah mereka yang dirampas PT Astra Group segera dikembalikan untuk kembali mereka huni.

"DPRD setelah menerima pengaduan masyarakat Suku Bunggu itu kemudian bersedia menyusun panitia khusus (Pansus) menyelesaikan masalah sengketa lahan itu, namun ternyata pansus tersebut belum bekerja maksimal, karena tidak ada tanda-tanda Suku Bunggu akan kembali ke tanahnya," katanya. (MFH/B013/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011