Produksi Sumut atas komoditas karet hanya sekitar 400 ribuan ton, tetapi nyatanya tiap tahun ekspor di atas angka tersebut bahkan hingga 500 ribu ton.
Medan (ANTARA News) - Volume ekspor karet Sumatera Utara (Sumut) pada kuartal pertama tahun 2011 bertumbuh 15,04 persen dibandingkan realisasi periode sama tahun lalu, meski produksi komoditas di daerah itu terus berkurang karena petani melakukan konversi ke tanaman sawit.

Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah, di Medan, Kamis, mengatakan, pada kuartal I 2011, volume ekspor karet Sumut mencapai 193.342 ton, sementara pada periode yang sama tahun lalu masih 168.067 ton.

Sepanjang kuartal pertama tahun ini, volume ekspor terbanyak terjadi di Maret yang mencapai 54.902 ton, disusul April 48.579 ton dan Januari 47.902 ton.

Ekspor sempat anjlok di Februari, dimana tinggal 41.959 ton.

"Ekspor karet Sumut masih bisa naik karena eksportir mengambil pasokan dari daerah lain seperti Jambi dan Sumatera Barat," kata Edy lagi.

Kalau hanya mengandalkan barang dari Sumut, ekspor tidak bisa mencapai angka itu karena produksi komoditas tersebut terus menurun akibat petani dan pengusaha lainnya melakukan konversi ke tanaman sawit dan termasuk banyaknya tanaman karet itu sudah berusia tua.

Ketergantungan pengusaha Sumut atas pasokan karet dari daerah lain itu sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu setelah tanaman sawit mulai menjadi primadona.

"Kalau melihat produksi karet di Sumut, kemampuan produksi atas komoditas itu hanya sekitar 400 ribuan ton per tahun, tetapi nyatanya tiap tahun ekspor di atas angka tersebut bahkan hingga 500 ribu ton," jelas Edy.

Produksi karet Sumut yang turun itu juga tercermin dari belum tercapainya kapasitas pabrik pengolahan karet di Sumut atau masih sekitar 400 ribu ton per tahun dari total kapasitas yang sebanyak 800.000 ton per tahun.

Pedagang karet Sumut, M Harahap, mengatakan, harga karet di tingkat petani masih mahal atau di kisaran Rp34.500 - Rp36.500 per kg.

Pasokan juga semakin ketat akibat daerah sentara produksi karet dilanda kemarau.

"Bertahannya  harga mahal di pasar lokal menyebabkan harga ekspor juga masih tinggi atau sebesar 4,674 dolar AS per kg pada penutupan di pasar bursa 6 Juli lalu," katanya.

(ANTARA)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011