Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti menilai praktik korupsi bisa ditekan asalkan pejabat di lembaga maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki kinerja baik dan berkomitmen bekerja untuk rakyat.

"Praktik korupsi banyak dilakukan oleh pejabat dan politisi baik di tingkat pusat maupun daerah," kata Ikrar Nusa Bhakti pada diskusi "Indonesiaku Dibelenggu Koruptor", di Jakarta, Sabtu.

Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah pengamat ekonomi Hendri Saparini dari Econit Advisory Group dan aktivis lembawa swadaya masyarakat Indonesia Corruption Watch Ade Irawan.

Menurut dia, jika lembaga penegak hukum memiliki kinerja baik dalam penegakan supremasi hukum dan berkomitmen untuk kedaulatan rakyat maka praktik korupsi bisa ditekan.

Ikrar menambahkan, jika KPU memiliki kinerja baik dan menyelenggarakan pemilu dengan baik dan transparan sesuai dengan azas pemilu maka akan menghasilkan anggota legislatif dan baik dan legitimate.

Peneliti utama LIPI ini menyatakan, lembaga penegak hukum yang memiliki kontribusi dalam pemberantasan korupsi adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan Kejaksaan.

Selain itu, kata dia, lembaga negara yang secara tidak langsung juga turut berperan dalam pemberantasan korupsi adalah Mahkamah Konstitusi (MK).

Pada kesempatan tersebut, Ikrar menyatakan dirinya percaya bahwa KPK memiliki integritas yang baik dalam upaya pemberantasan korupsi.

"Kasus-kasus korupsi yang ditangani KPK semuanya berakhir pelakunya dijatuhui hukuman," katanya.

Sedangkan terhadap lembaga Kepolisian, kata dia, agak diragukan integritasnya dalam pemberantasan korupsi.

Ia mencontohkan, persoalan rekening gendut dari perwira polisi seperti hasil penelitian sebuah lembaga swasdaya masyarakat (LSM) yang dipublikasi media massa, tapi penyelesaiannya kurang transparan.

Menurut dia, MK turut berperan dalam pemberantasan korupsi di daerah, karena keputusan MK juga menentukan dalam sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada).

"Karena itu, keputusan MK turut menentukan siapa kepala daerah yang terpilih pada pelaksanaan Pilkada yang terjadi sengketa," katanya.

Ikrar mengusulkan agar, MK bisa memilih hakim yang memiliki kinerja baik dan keberanian secara politik untuk ungkap kebobrokan pada kolusi pilkada.

Jika lembaga penegak hukum dan KPU memiliki kinerja baik dan berkomitmen bekerja untuk rakyat, kata dia, maka dalam kali kali pemilu ke depan, mungkin Indonesia bisa menjadi tiga besar negara tidak korupsi di Asia.(*)
(T.R024/S019)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011