Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua MPR, AM Fatwa menilai insiden tewasnya sekitar 358 jemaah haji yang terinjak-injak di jalan menuju Jamarat, Mina, Kamis (12/1), sebagai musibah yang sulit dihindarkan. "Siapapun tidak bisa menyalahkan otoritas pemerintah setempat (Arab Saudi) sebagai penanggung jawab penyelenggara ibadah haji di sana," kata Fatwa kepada ANTARA di Jakarta, Jumat. Menurut dia, siapapun tidak akan bisa mengendalikan sekitar tiga juta orang yang bergerak ke satu titik untuk menjadi barisan pasukan yang teratur. Perbedaan budaya, tradisi dan karakter dari jutaan jemaah yang datang dari berbagai belahan dunia, menurut Fatwa menjadi salah satu yang menyebabkan terjadinya insiden tersebut. "Mereka sulit mempertimbangkan bahaya bagi orang lain atau dirinya sendiri," kata Fatwa. Ia meminta keluarga jemaah haji asal Indonesia yang menjadi korban dalam insiden menuju tempat pelemparan jumrah di Mina, mengikhlaskan kepergian kerabatnya. "Mereka mati syahid, siapapun yang meninggal di tanah suci, terasa sangat menyayat hati keluarga yang ditinggalkan di tanah air," kata AM Fatwa. Kematian mereka, menurut Fatwa, 'sangat terhormat' karena orang yang wafat di sana dishalatkan oleh jutaan jemaah haji dari seluruh dunia. Jemaah haji tidak perlu berfikiran untuk wafat di tanah suci. Namun apabila kematian menjemput, semuanya harus siap mental karena mereka justru dijanjikan mati syahid. "Banyak tokoh Indonesia dari parlemen seperti Ibu Zaenal Abidin Ahmad, Subhan ZE dan Bung Tomo, mereka wafat di sana," ujarnya. Wakil Ketua MPR yang sudah belasan kali menunaikan ibadah haji itu mengaku pada musim haji tiga tahun lalu sempat ikut `terjebak` dalam peristiwa yang sama di Jamarat, Mina. Ada keyakinan dari kalangan jamaah yang secara tekstual menafsirkan melakukan ibadah tepat waktu seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhamad SAW. Sehingga, para jemaah kurang memperhitungkan apa yang mungkin terjadi terhadap mereka pada saat prosesi melontar jumrah di Jamarat, katanya. Menurut Fatwa, kondisi yang terjadi saat ini, yakni dengan jumlah jemaah mencapai jutaan orang, tidak mungkin lagi melakukan prosesi pelemparan dalam satu waktu seperti yang dilakukan oleh Rasulullah. "Saya sudah berkali-kali menghimbau agar memperhatikan kondisi dan situasi di sana, jangan terlalu memaksakan menafsirkan keyakinan secara tekstual. Shalat pun dalam keadaan tertentu bisa diringkas (qashar)," katanya. Ia mengatakan seharusnya Departeman Agama dan setiap pemimpin jemaah haji (Amirul Haj) mensosialisasikan pelaksanaan tahapan haji, terutama melempar jumrah yang aman. Namun menurut dia kemungkinan sebagian jemaah atau rombongan tidak tahu atau kurang mengindahkan anjuran tersebut. Ia menghimbau kepada para calon haji pada musim mendatang untuk lebih mengindahkan anjuran dan strategi dalam mengikuti tahapan ibadah haji. Selain itu, tidak memaksakan diri melakukan tahapan yang kondisinya tidak memungkinkan untuk melaksanakan tahapan itu. "Carilah waktu lain yang tepat, sehingga aman bagi diri dan ibadah pun lebih khusuk," kata Fatwa. (*)

Copyright © ANTARA 2006