Nusa Dua (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri  Marty Natalegawa menyatakan bahwa Indonesia prihatin dengan kondisi tahanan politik Palestina oleh Israel. Para  yang dinilai tidak adil, karena melanggar Konvensi ke-empat Jenewa, di Nusa Dua, Jumat.

Hal tersebut disampaikan Marty dalam segment khusus dari rangkaian acara Konferensi Tingkat Menteri gerakan non-Blok (KTM GNB) 16 di Nusa Dua, Bali yang berlangsung sejak 23-27 Mei 2011.

Menurut Marty, konvensi tersebut menyerukan untuk mengambil solusi jalan damai, adil dan komprehensif atas isu-isu Palestina yang menjadi sebuah rintangan bagi proses perdamaian di seluruh kawasan Timur Tengah.

Hingga saat ini tercatat lebih dari 6.000 rakyat Palestina yang ditahan di 22 penjara dan kamp penahanan oleh Israel, 300 diantaranya anak-anak dibawah 18 tahun dimana kebanyakan dari mereka adalah wanita dan sejumlah anggota dewan legislatiff Palestina.

Adapun laporan mengenai tindak kekerasan dalam proses interogasi mereka, Dalam kebayakan kasus, para tahanan ini tidak diperbolehkan untuk mendapatkan akses ke penasehat hukum, perawatan medis dan hak-hak kunjungan keluarga.

Selain itu, Konvensi Jenewa Keempat, yang mengatur tentang pendudukan asing, harus diterapkan dalam konteks ini dan bahwa penahanan tahanan politik Palestina oleh Israel merupakan pelanggaran terang-terangan dari konvensi tersebut.

"Untuk itu, kita mengajak Israel sebagai kekuatan yang menduduki kawasan tersebut untuk tunduk pada Konvensi Jenewa keempat," ujar Marty.

Marty juga menegaskan bahwa untuk meminta masyarakat internasional menindaklanjuti kondisi ini, seperti yang lihat pada pertemuan terkait di Aljazair bulan Desember 2010 dan Maroko pada Januari 2011, serta pertemuan internasional PBB mengenai tahanan politik di Austria, Maret 2011.

Kasus ini merupakan hambatan dalam mencapai solusi yang adil, damai dan komprehensif untuk masalah Palestina, tambah Marty.

"Kita tidak boleh menyerah dalam upaya untuk mendukung perjuangan Palestina sampai masalah ini terpecahkan hingga ke segala aspeknya, sesuai dengan resolusi internasional dan relevan PBB," ujar Marty.

Selanjutnya GNB juga mendesak dimulainya kembali pembicaraan perdamaian dan semua anggtoa harus berperan serta untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi perundingan untuk dilanjutkan.

Perundingan atas maslalah Palestina tersebut diharapkan bisa mendapatkan hasil akhir atas pengakuan terhadap Negara Palestina, agar negara tersebut dapat hidup berdampingan dengan damai dan aman dengan negara tetangganya, tutur Marty.
(A050*H017/ )





Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011