Jakarta (ANTARA News) - Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Martiono Hadiyanto mengungkapkan, nota kesepahaman (MoU) yang ditandatangani pada Juni 2005 tidak menyebutkan ExxonMobil sebagai operatorship di Blok Cepu, Jatim. "You salah kutip. MoU itu menyebutkan (masalah operatorship) akan diselesaikan melalui JOA (joint operating agreement)," katanya menanggapi masih berlarut-larutnya pembahasan operatorship atau hak pengelolaan Blok Cepu di Jakarta, Senin. Sepengetahuan Martiono, ExxonMobil juga tidak pernah memaksakan keinginannya menjadi operatorship selama 30 tahun di blok migas yang diperkirakan mampu menghasilkan minyak bumi hingga 200.000 barel per hari itu. "Buktinya hingga kini masih ada pembicaraan di antara mereka," katanya meyakinkan bahwa dalam proses negosiasi tersebut tidak terjadi deadlock (kebuntuan). Pembahasan operatorship Blok Cepu hingga kini masih belum tercapai kata sepakat. ExxonMobil tetap beranggapan pada MoU yang ditandatangani Juni 2005 yang menyebutkan perusahaan raksasa asal AS tersebut sebagai "operatorship" Blok Cepu selama 30 tahun. Sementara, Pertamina menganggap bahwa MoU itu tidak mengikat dan sudah habis masa berlakunya. Pertamina berpegang pada kesepakatan yang dicapai pada September 2005. Dalam kesepakatan yang juga disetujui Presiden itu, menurut Dirut Pertamina Widya Purnama, pengelolaan Blok Cepu dilakukan dalam bentuk joint operatorship atau pergantian operator. Pertamina menginginkan pergantian operator dilakukan setiap lima tahun sekali dengan opsi pertama dipegang BUMN migas tersebut. Martiono menambahkan, berlarut-larutnya pembahasan JOA itu dikarenakan masing-masing pihak masih mementingkan prinsipnya sendiri-sendiri. "Padahal, bisnis yang bagus itu kalau keduanya sama-sama mencari solusi," ujarnya memberi saran. Mengenai apakah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono perlu turun tangan mengambil alih permasalahan tersebut, Martiono menganggap, hal itu tidak diperlukan. "Cukup `b to b` antara Pertamina dan Exxon," katanya. Ia menambahkan, perjanjian Blok Cepu tersebut melalui dua tahap. Pertama, kesepakatan antara pemerintah yang diwakili Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) dan kedua kontraktor yakni Pertamina dan Exxon. Tahapan selanjutnya, adalah pembicaraan antarkontraktor yakni antara Pertamina dan Exxon secara b to b. Menurut Martiono, sesuai jadwal yang tercantum dalam MoU Juni, seharusnya kontrak kerja sama dan pembahasan JOA sudah selesai pada 25 September 2005. "Namun, ternyata mundur, sehingga kegiatan eksplorasi juga mundur," katanya.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006