Medan (ANTARA News) - Tokoh masyarakat Sumatera Utara, DR. Ir. Nurdin Tampubolon menilai provinsi itu belum saatnya dimekarkan.

"Saya lihat Sumut secara utuh itu sangat bagus, harapan kita tentu jangan sampai terpecah-pecah," katanya di Medan, akhir pekan lalu.

Dalam beberapa waktu terakhir bermunculan wacana pemekaran Provinsi Sumut, diantaranya melalui usulan pembentukan Provinsi Tapanuli (Protap), Provinsi Tapanuli Barat (Protabar) dan Provinsi Sumatera Tenggara (Sumtra).

Nurdin Tampubolon sendiri mengaku tidak "alergi" dengan pemekaran, sepanjang memang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mendekatkan pelayanan publik.

"Kalau tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan dengan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan undang-undang, tentu tidak ada masalah dan tidak ada alasan untuk ditolak," katanya.

Namun demikian ia juga mengaku melihat sinyalemen wacana pemekaran justru menjadi agenda bagi segelintir elit. "Misi mereka (elit) diduga hanya untuk bagi-bagi kekuasaan,sementara rakyat dieksploitasi untuk mendukung pemekaran itu. Untuk yang seperti ini harus ditolak," katanya.

Kondisi yang menyedihkan, menurut dia, adalah ketika usulan pemekaran provinsi justru hanya berbekal "pesan sponsor" dari sekelompok orang dimana tujuan utamanya semata untuk bagi-bagi kekuasaan.

"Kalau hanya untuk bagi-bagi kekuasaan, kemudian bagi-bagi DAU (dana alokasi umum) dan DAK (dana alokasi khusus) dari APBN, tentu kita tidak dapat menerimanya dan harus ditolak," ujar Nurdin Tampubolon.

Lebih jauh caleg Partai Hanura untuk DPR RI dari daerah pemilihan Sumut 1 (Medan, Deli Serdang, Tebing Tinggi dan Serdang Bedagai) itu menilai pemekaran Provinsi Sumut masih perlu dikaji secara mendalam.

Menurut dia, pemekaran kabupaten/kota justru jauh lebih relevan dengan semangat otonomi, karena titik berat otonomi berada di kabupaten/kota, bukan di tingkat provinsi.

"Untuk itu saya rasa perlu ada kajian mendalam untuk sebuah usulan pemekaran provinsi agar diperoleh kondisi yang nyata apakah usulan itu layak atau tidak," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009