Bandarlampung (ANTARA News) - Tiga tersangka kasus perampokan Bank CIMB Niaga Medan, Sumatera Utara, menepis keterlibatan dua warga Bandarlampung, Heri Kuswanto dan Abdul Haris Munandar, sebagai pemasok senjata dalam aksi mereka.

"Saya dengan keduanya tidak pernah melakukan jual beli senjata, semua keterangan yang saya buat di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dibuat di bawah tekanan," kata saksi yang juga tersangka pelaku perampokan, Anton Sujarwo, dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandarlampung, Rabu.

Dia menjelaskan, pemeriksaan dilakukan dua kali, dengan mata tertutup dan mata tidak tertutup, dan keterangan mengenai keterlibatan keduanya sebagai pemasok senjata ketika ia diperiksa dengan mata tertutup.

"Saya dipukul, namun saya tidak tahu siapa penyidik yang melakukannya," kata Anton.

Dia juga mengatakan tidak mengenal Abdul Haris Munandar sebelum ditahan dan diperiksa polisi. "Sebelum ditangkap saya tidak kenal dia," kata Anton.

Lebih lanjut ia menjelaskan, pembelian senjata dilakukan dengan Azam, bukan dengan Heri Kuswanto dan Abdul Haris Munandar. "Pembelian senjata harus dilakukan secara cermat, tidak boleh pesan dengan sembarang orang, bisa celaka," kata dia.

Selain itu, dia juga menegaskan dalam pelatihan di Aceh, senjata yang digunakan adalah AK 57 atau M16, bukan jenis FN atau revolver.

Anton menegaskan, Heri dan Abdul Haris Munandar bukan bagian dari jaringan mereka. "Hubungan saya dengan Heri lebih pada pekerjaan membuat bengkel bubut, dan dia sama sekali tidak tahu semua aktivitas saya, utamanya perihal pelatihan di Aceh," kata dia.

Anton Sujarwo adalah satu dari tiga saksi yang didatangkan dari Medan Sumatera Utara, yang juga pelaku aksi perampokan CIMB Niaga dan penyerbuan Polsek Hamparan Perak, untuk membuktikan keterlibatan dua warga Bandarlampung sebagai pemasok senjata dalam aksi tersebut.

Dua saksi lain adalah Marwan, dan Ustad Rizal. Keduanya juga menepis keterlibatan Heri Kuswanto dan Abdul Haris Munandar dalam kegiatan tersebut.

Persidangan Abdul Haris Munandar dan Heri Kuswanto dilakukan terpisah dan dipimpin oleh hakim Agus Hariadi.

Keduanya didakwa telah melakukan pemufakatan jahat, percobaan atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme yang melawan hukum Indonesia, dan dijerat dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 juncto pasal 55 ayat (1) KUHP.

Sebelum disidang, keduanya ditahan oleh penyidik Densus 88 Anti teror sejak 26 September 2010 hingga 24 Januari 2011, dan setelah itu ditahan di Lampung.

Dalam berkas dakwaan tertulis, Heri Kuswanto adalah warga Kota Bandarlampung, dan terlibat dalam aksi tersebut sejak mengikuti pengajian rutin di Way Hui, Lampung Selatan, sejak 2009 yang dipimpin oleh ustad Rizal.

Dalam pengajian tersebut, dibahas tentang jihad dan tauhid.

Pada Maret 2010, Heri berangkat ke Medan dan sempat mengikuti pelatihan militer bersenjata api di Aceh. Ia kemudian pulang ke Bandarlampung untuk mencari senjata api.

Heri menemui terdakwa lain Abdul Haris Munandar untuk mendapatkan senjata api jenis Colt, FN, dan granat, sedangkan peluru diperoleh dari seorang oknum TNI Beny Budi Setiawan.

Seluruh peralatan tersebut digunakan untk menyerang Polsek Hamparan Perak, dan perampokan Bank CIMB Medan, keduanya di Sumatera Utara, pada Agustus 2010.

(KR-AGH/S022/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011