Jakarta (ANTARA News) - Komite I Dewan Perwakilan Daerah RI menyampaikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta versi Pemerintah, saat rapat kerja dengan Komisi II DPR di Gedung Parlemen di Jakarta, Rabu.

Ketua Komite I DPD RI Dani Anwar didampingi anggota Tim Pembahasan RUUK DIY Komite I DPD, yaitu Denty EW Pratiwi, Farouk Muhammad, John Pieris, dan A Hafidh Asrom. Acara dipimpin ketua Komisi II DPR, Chairuman Harahap, didampingi wakil-wakilnya, yakni Abdul Hakam Naja dan Taufiq Effendi.

Komite I DPD mengusulkan beberapa perubahan penamaan atau nomenklatur dan penghapusan sebagian materi ayat, pasal, dan/atau bagian RUUK. Komite I DPD, antara lain, mengusulkan penghapusan penamaan Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama sebagai lembaga yang terdiri atas Hamengku Buwono dan Paku Alam.

Komite I DPD juga mengusulkan agar tidak menggunakan nomenklatur Gubernur dan Wakil Gubernur tetapi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Di kesempatan tersebut, Komite I DPD hanya membaca sebagian materi ayat, pasal, dan/atau bagian DIM RUUK.

Mengenai nama undang-undang, Komite I DPD mengusulkan perubahan nama "Rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta" menjadi "Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Istimewa Yogyakarta".

Alasannya, Yogyakarta dibentuk dengan penamaan Daerah Istimewa Yogyakarta (bukan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) dan penamaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tidak disebut dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta, UU 19/1950 tentang Perubahan UU 3/1950 dan UU 9/1955 tentang Perubahan UU 3/1950 jo UU 19/1950.

Menurut Komite I DPD, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hanya mengatur Gubernur dan Wakil Gubernur sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta tidak mengatur Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama.

"Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama tidak dikenal dalam konstitusi kita," ujar Dani Anwar.

Argumentasi Komite I DPD mengenai Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama adalah pengaturan jabatan tersebut menyimpangi norma, prinsip dan sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah, juga berpotensi konflik karena dualisme kepemimpinan.

RUUK DIY menyebut bahwa Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama adalah lembaga yang terdiri atas Hamengku Buwono dan Paku Alam sebagai satu kesatuan yang berperan menjadi simbol, pelindung dan penjaga budaya, serta pengayom dan pemersatu masyarakat DIY.

Menyangkut nomenklatur, Komite I DPD mengusulkan agar tidak menggunakan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Maksudnya, menjamin keaslian nomenklatur sesuai penetapan Presiden tanggal 19 Agustus 1945 bahwa Sri Sultan Hamengku Buwono ditetapkan pada "kedudukannya" yang disikapi Sri Sultan Hamengku Buwono melalui amanat tanggal 5 September 1945 "bahwa kami sebagai Kepala Daerah...".

Nomenklatur juga sesuai Pasal 91 huruf b UU 5/1974 bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang sekarang adalah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah menurut UU 5/1974 dengan sebutan Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, yang tidak terikat ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya.

Bagi Komite I DPD, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta beserta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta adalah unsur penyelenggara Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta setingkat Gubernur dan berkedudukan sebagai wakil Pemerintah.(*)

(T.S023/H-KWR)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011