Jember (ANTARA News) - Pengamat politik dari Universitas Jember Drs Joko Susilo MSi menegaskan bahwa invasi yang dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tidak akan menyelesaikan krisis Libya.

Tujuan awal serangan rudal pasukan koalisi international ke Libya adalah untuk menerapkan zona larangan terbang seperti diatur dalam resolusi dewan keamanan PBB 973, namun kenyataan di lapangan serangan itu mengancam keselamatan warga sipil sehingga dikecam, kata Joko saat ditemui ANTARA di kampus Universitas Jember, Rabu.

"Resolusi PBB dengan zona larangan terbang di Libya seharusnya mampu menyelamatkan warga sipil, bukan sebaliknya. Banyak media lokal di Libya mencatat banyak korban sipil yang tewas akibat invasi Koalisi Internasional itu," paparnya.

Menurut dia, PBB belum mampu mengendalikan situasi krisis di Libya, bahkan invasi yang dilakukan Koalisi Internasiolan di sejumlah kawasan kekuasaan Muammar Khadafi justru memperburuk keadaan.

"Banyak kalangan pengamat menilai ada agenda tersembunyi atas invasi yang dilakukan Koalisi Internasional ke Libya, yakni kepentingan untuk menguasai minyak di sana," katanya, menjelaskan.

Sebagian pengamat menilai bahwa AS lebih prihatin terhadap keamanan cadangan minyak Libya dan bukan kepada rakyat di sana, karena Libya terbukti memiliki cadangan minyak terbesar di Afrika Utara.

Joko menilai penyerahan komando dan pengawas pengendali zona larangan terbang di Libya ke tangan NATO, merupakan bentuk ketidakseriusan pemerintah AS untuk menyelesaikan krisis Libya.

"Presiden Obama terkesan `cuci tangan` atas memburuknya krisis Libya karena banyak warga di AS yang menolak keras kebijakan Obama untuk menyerang Libya," ucapnya, menegaskan.

Ia berharap invasi besar-besaran tidak dilakukan oleh NATO karena dikhawatirkan banyak jatuh korban dari kalangan sipil Libya, karena sosok Gaddafi pandai melakukan kamuflase terhadap opini publik.

"Khadafi tidak akan mundur dan menyerah atas invasi yang dilakukan sejumlah pihak, bahkan ia mampu memanfaatkan jatuhnya korban sipil atas invasi Koalisi Internasional untuk menarik simpati publik. Gaddafi memiliki karakter yang hampir sama dengan Sadam Husein," ujarnya, menambahkan.

Ia berharap PBB mampu menyelesaikan krisis di Libya dengan menekan jatuhnya korban jiwa di kalangan sipil.

(ANTARA/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011