"Frank van Hattum tidak berhak membatalkan kongres."
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Indonesia Football Watch (IFW), Max Sopacua, meminta agar pemerintah mengambil alih kongres Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk membentuk Komite Pemilihan dan Komite Banding.

"PSSI sudah terbukti tidak mampu menggelar kongres yang merupakan amanat dari federasi sepakbola internasional (FIFA). Sudah saatnya pemerintah mengambil alih kongres PSSI sekarang juga," kata Max di Jakarta, Minggu.

Kongres PSSI di Hotel Premiere, Pekanbaru, Riau, Sabtu (26/3), berlangsung ricuh, sehingga akhirnya dibatalkan secara sepihak oleh PSSI.

Max yang juga anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat itu berpendapat, tertunda-tundanya Kongres PSSI 2011 yang kemudian memicu FIFA mengeluarkan instruksi pada 3 Maret lalu membuktikan bahwa PSSI tidak mampu menyelenggarakan kongres.

Puncaknya adalah terjadinya kericuhan Kongres PSSI di Riau itu yang disebabkan oleh sikap pengurus PSSI yang tidak aspiratif dalam menentukan pesertanya.

Pengambilalihan pelaksanaan Kongres PSSI oleh pemerintah, kata Max, adalah demi menyelamatkan PSSI dari perpecahan dan kehancuran.

"Pengambilalihan Kongres PSSI oleh pemerintah ini tidak bisa dibilang sebagai intervensi, karena PSSI sudah terbukti gagal dan tidak mampu menyelenggarakan kongres yang merupakan amanat FIFA," jelas Max yang juga mantan reporter olahraga Televisi Republik Indonesia (TVRI).

Bahkan, lanjut Max, Kongres PSSI untuk memilih Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, dan anggota Komite Eksekutif PSSI pada 29 April nanti juga harus diambil alih pemerintah.

"Sekali lagi, hal ini dilakukan karena PSSI sudah terbukti gagal dan tidak mampu menyelengarakan kongres. Jika pemerintah diam saja, maka berarti sama saja dengan membiarkan PSSI dilanda kehancuran dan perpecahan. Sekali lagi, pengambilalihan kongres PSSI oleh pemerintah tidak bisa dibilang intervensi, tetapi demi menyelamatkan PSSI," katanya.

Pada 3 Maret lalu, FIFA menginstruksikan kepada PSSI agar menggelar kongres untuk membentuk Komite Pemilihan dan Komite Banding pada 26 Maret 2011. PSSI kemudian memutuskan menggelar Kongres pada 26-27 Maret di Pekanbaru, Riau.

FIFA juga menginstruksikan agar PSSI menggelar kongres untuk memilih Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, dan anggota Komite Eksekutif PSSI sebelum 30 April 2011. PSSI kemudian memutuskan menggelar Kongres pada 29 April 2011.

Namun, Kongres PSSI yang digelar di Hotel Premier, Pekanbaru, Riau, itu berlangsung ricuh yang dipicu oleh tidak terdaftarnya para pemilik suara sebagai peserta kongres. Padahal, dalam Kongres Tahunan II PSSI di Bali, 22 Januari lalu, para pemilik suara itu sudah dinyatakan sebagai peserta Kongres PSSI 2011.

Akibat kericuhan ini, Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid, Sekretaris Jenderal PSSI, Nugraha Besoes, dan Ketua Pengurus PSSI Provinsi Riau, Indra M Adnan, selaku tuan rumah menggelar rapat darurat di Bandara Sutan Syarif Kasim II, Riau, yang juga dihadiri anggota Komite Asosiasi FIFA, Frank van Hattum, dan Sekretaris Jenderal Konfederasi Sepakbola Asia (AFC), Alex Soosay.

Rapat darurat itu memutuskan, Kongres PSSI dibatalkan karena situasi yang dinilai tidak memungkinkan lagi. Ketua Umum PSSI, utusan FIFA dan AFC pun langsung kembali ke Jakarta.

Kongres kemudian diambil alih Komite Penyelamat Persepakbolaan Nasional (KPPN) yang mengklaim hadir dengan 78 dari 87 pemilik suara sah Kongres PSSI yang merupakan anggota KPPN. Kongres versi KPPN yang dipimpin Sekretaris Pengurus PSSI Provinsi Papua Usman Fakaubun ini lalu memilih tujuh anggota Komite Pemilihan dan tiga anggota Komite Banding.

Usman Fakaubun kemudian mengklaim hasil Kongres PSSI di Hotel Premiere, Pekanbaru, ini tetap sah.

"FIFA hanya sebagai observer (pengamat) dan rapporteur (penyampai laporan). Frank van Hattum tidak berhak membatalkan kongres," kata Usman.

"Pemilik suara sah 78 anggota sudah memutuskan kongres tetap berjalan tanpa kehadiran Pengurus PSSI," katanya menambahkan.
(T.A032)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011